Pergeseran Paradigma Pendidikan
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengemukakan, seiring dengan adanya fakta-fakta di lapangan maka terjadi pergeseran- pergeseran paradigma di dunia pendidikan. Menurutnya, ada beberapa pergeseran paradigma yang harus dicermati. Hal tersebut disampaikan Mendiknas saat membuka Rembuk Nasional Pendidikan 2010 di Pusdiklat Pegawai Kementerian Pendidikan Nasional, Depok, Jawa Barat, Rabu (3/3/2010).
Mendiknas mengemukakan lima pergeseran paradigma pendidikan. Pertama, kata Mendiknas, adalah hak belajar. Wajib belajar sembilan tahun bergeser menjadi hak belajar sembilan tahun. “Masyarakat, warga bangsa, punya hak untuk menuntaskan sembilan tahun itu. Kalau itu menjadi hak maka kita semua, pemerintah, negara, harus menyiapkan mulai dari sarana, prasarana, dan bisa kita jamin bahwa siapapun bisa menuntaskan sembilan tahun untuk belajar,” katanya.
Hadir pada acara pejabat di lingkungan Kemendiknas, para rektor perguruan tinggi negeri, ketua sekolah tinggi dan politeknik, Duta Besar Indonesia untuk UNESCO, para Ketua Badan, para kepala dinas pendidikan provinsi, para kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, para Kepala LPMP, serta para atase pendidikan dari 12 KBRI dari berbagai negara. Tema Rembuk Nasional Pendidikan 2010 yang berlangsung mulai 2 s.d. 4 Maret 2010 ini adalah Meningkatkan Jaminan Layanan Pendidikan Berkualitas yang Terjangkau oleh Semua.
Mendiknas mengatakan, paradigma kedua adalah kesetaraan dalam pendidikan. Menurutnya, ada warga yang memerlukan layanan yang khusus. Kelompok khusus tersebut, kata Mendiknas, dapat disebabkan karena faktor kewilayahan seperti tinggal di daerah perbatasan dan terpencil atau karena faktor fisik. “Rumus umumnya, seseorang, kelompok, yang berstatus khusus maka layanannya pun harus khusus. Jangan statusnya khusus, tetapi layanannya umum,” katanya.
Kemendiknas, kata Mendiknas, akan bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk mensyaratkan bangunan-bangunan agar dapat memfasilitasi bagi warga masyarakat yang berkebutuhan khusus. “Kita tekankan betul siapapun yang akan membangun bangunan sekolah, fasilitas kampus, dan seterusnya. Tolong tambahi akses untuk saudara-saudara kita itu,” ujarnya.
Lebih lanjut Mendiknas menyampaikan, paradigma ketiga adalah pentingnya pendidikan yang komprehensif atau holistik. Pendidikan harus mampu mengeksplorasi seluruh potensi anak. “Potensi-potensi yang berupa kekuatan batin, karakter, intelektual, dan fisik. Semuanya itu harus kita integrasikan menjadi sesuatu kekuatan dari sang anak itu,” katanya.
Mendiknas juga menekankan tentang pentingnya pendidikan karakter. Menurut Mendiknas, bobot atau persentase tentang pendidikan karakter perlu mendapatkan perhatian khusus mulai dari jenjang pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai perguruan tinggi. “Oleh karena itu, kami ingin menegaskan, menekankan kembali, dan ini menjadi kesadaran kita semua. Kami sangat yakin tentang pentingnya pendidikan karakter,” katanya.
Paradigma keempat, sebut Mendiknas, adalah fungsi sekolah. Sekolah-sekolah negeri, kata Mendiknas, ke depan bergeser menjadi sekolah publik. Pergeseran ini, menurutnya, akan membawa dampak yang luar biasa. “Sebelumnya sekolah negeri hanya dipakai siswa untuk aktivitas belajar dari siswa itu saja. Kalau sekolah publik ada ekspansi fungsi dan pemanfaatan, ” katanya.
Mendiknas menjelaskan, tidak hanya siswa dari sekolah itu yang dapat memanfaatkan, tetapi pada sore hari dapat dimanfaatkan anggota masyarakat dengan koridor yang terkendali. “Janganlah sekolah negeri itu hanya dikungkung ini milik saya saja, tetapi sekolah negeri itu hakekatnya adalah sekolah publik karena investasinya untuk publik. Tanggung jawab dan tugas kita adalah bagaimana mengekspansi agar sekolah-sekolah negeri bisa memberikan layanan seluas-luasnya, ” katanya.
Adapun paradigma terakhir, kata Mendiknas, adalah dasar pemikiran. Mendiknas menjelaskan, sekolah yang tadinya berdasarkan sisi pasokan (supply oriented) bergeser menjadi berdasarkan kebutuhan (demand oriented). “Kita harus memberikan layanan kebutuhan siswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua. Dari situlah nanti ujungnya kenapa sekarang bergeser orientasinya yaitu ingin memberikan keterjaminan dalam layanan itu karena memang tugas kita adalah memberikan layanan,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendiknas Dodi Nandika melaporkan, para peserta akan mengikuti lima sidang komisi dan sub-sub komisi. Dia menyebutkan, ada lima topik yang akan dibahas dalam komisi. Pertama, kata dia, percepatan pemerataan pendidikan nasional, serta strategi penerapan standar pelayanan minimal dan standar nasional pendidikan. Kedua peningkatan peran kepala sekolah dan pengawas sekolah, serta strategi pengadaan dan penyebaran guru.
Topik ketiga, lanjut Dodi, adalah penyelarasan pendidikan untuk membangun manusia yang berdaya saing. Keempat, penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa. “Serta yang terakhir, yang kelima, adalah strategi pembiayaan untuk menjamin keterjangkauan sarana pendidikan.* **
Sumber: MediaCenterDiknas
Mendiknas mengemukakan lima pergeseran paradigma pendidikan. Pertama, kata Mendiknas, adalah hak belajar. Wajib belajar sembilan tahun bergeser menjadi hak belajar sembilan tahun. “Masyarakat, warga bangsa, punya hak untuk menuntaskan sembilan tahun itu. Kalau itu menjadi hak maka kita semua, pemerintah, negara, harus menyiapkan mulai dari sarana, prasarana, dan bisa kita jamin bahwa siapapun bisa menuntaskan sembilan tahun untuk belajar,” katanya.
Hadir pada acara pejabat di lingkungan Kemendiknas, para rektor perguruan tinggi negeri, ketua sekolah tinggi dan politeknik, Duta Besar Indonesia untuk UNESCO, para Ketua Badan, para kepala dinas pendidikan provinsi, para kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, para Kepala LPMP, serta para atase pendidikan dari 12 KBRI dari berbagai negara. Tema Rembuk Nasional Pendidikan 2010 yang berlangsung mulai 2 s.d. 4 Maret 2010 ini adalah Meningkatkan Jaminan Layanan Pendidikan Berkualitas yang Terjangkau oleh Semua.
Mendiknas mengatakan, paradigma kedua adalah kesetaraan dalam pendidikan. Menurutnya, ada warga yang memerlukan layanan yang khusus. Kelompok khusus tersebut, kata Mendiknas, dapat disebabkan karena faktor kewilayahan seperti tinggal di daerah perbatasan dan terpencil atau karena faktor fisik. “Rumus umumnya, seseorang, kelompok, yang berstatus khusus maka layanannya pun harus khusus. Jangan statusnya khusus, tetapi layanannya umum,” katanya.
Kemendiknas, kata Mendiknas, akan bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk mensyaratkan bangunan-bangunan agar dapat memfasilitasi bagi warga masyarakat yang berkebutuhan khusus. “Kita tekankan betul siapapun yang akan membangun bangunan sekolah, fasilitas kampus, dan seterusnya. Tolong tambahi akses untuk saudara-saudara kita itu,” ujarnya.
Lebih lanjut Mendiknas menyampaikan, paradigma ketiga adalah pentingnya pendidikan yang komprehensif atau holistik. Pendidikan harus mampu mengeksplorasi seluruh potensi anak. “Potensi-potensi yang berupa kekuatan batin, karakter, intelektual, dan fisik. Semuanya itu harus kita integrasikan menjadi sesuatu kekuatan dari sang anak itu,” katanya.
Mendiknas juga menekankan tentang pentingnya pendidikan karakter. Menurut Mendiknas, bobot atau persentase tentang pendidikan karakter perlu mendapatkan perhatian khusus mulai dari jenjang pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai perguruan tinggi. “Oleh karena itu, kami ingin menegaskan, menekankan kembali, dan ini menjadi kesadaran kita semua. Kami sangat yakin tentang pentingnya pendidikan karakter,” katanya.
Paradigma keempat, sebut Mendiknas, adalah fungsi sekolah. Sekolah-sekolah negeri, kata Mendiknas, ke depan bergeser menjadi sekolah publik. Pergeseran ini, menurutnya, akan membawa dampak yang luar biasa. “Sebelumnya sekolah negeri hanya dipakai siswa untuk aktivitas belajar dari siswa itu saja. Kalau sekolah publik ada ekspansi fungsi dan pemanfaatan, ” katanya.
Mendiknas menjelaskan, tidak hanya siswa dari sekolah itu yang dapat memanfaatkan, tetapi pada sore hari dapat dimanfaatkan anggota masyarakat dengan koridor yang terkendali. “Janganlah sekolah negeri itu hanya dikungkung ini milik saya saja, tetapi sekolah negeri itu hakekatnya adalah sekolah publik karena investasinya untuk publik. Tanggung jawab dan tugas kita adalah bagaimana mengekspansi agar sekolah-sekolah negeri bisa memberikan layanan seluas-luasnya, ” katanya.
Adapun paradigma terakhir, kata Mendiknas, adalah dasar pemikiran. Mendiknas menjelaskan, sekolah yang tadinya berdasarkan sisi pasokan (supply oriented) bergeser menjadi berdasarkan kebutuhan (demand oriented). “Kita harus memberikan layanan kebutuhan siswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua. Dari situlah nanti ujungnya kenapa sekarang bergeser orientasinya yaitu ingin memberikan keterjaminan dalam layanan itu karena memang tugas kita adalah memberikan layanan,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendiknas Dodi Nandika melaporkan, para peserta akan mengikuti lima sidang komisi dan sub-sub komisi. Dia menyebutkan, ada lima topik yang akan dibahas dalam komisi. Pertama, kata dia, percepatan pemerataan pendidikan nasional, serta strategi penerapan standar pelayanan minimal dan standar nasional pendidikan. Kedua peningkatan peran kepala sekolah dan pengawas sekolah, serta strategi pengadaan dan penyebaran guru.
Topik ketiga, lanjut Dodi, adalah penyelarasan pendidikan untuk membangun manusia yang berdaya saing. Keempat, penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa. “Serta yang terakhir, yang kelima, adalah strategi pembiayaan untuk menjamin keterjangkauan sarana pendidikan.* **
Sumber: MediaCenterDiknas
0 komentar:
Posting Komentar