E-learning
PENDAHULUAN
E-learning dewasa ini sepertinya menjadi sesuatu yang harus dikembangkan karena tuntutan percepatan laju teknologi komunikasi. Keterbatasan fisik dan kemampuan manusia dalam menjelajahi ruang dan waktu dapat diatasi dengan menguasai teknologi informasi dan komunikasi, seperti mengadakan teleconference untuk pembelajaran tatap muka jarak jauh, pemberian dan penagihan tugas kepada siswa melalui internet, bahkan mengadakan forum diskusi dengan fasilitas mailing-list dan chatting, sesuai dengan konsep internet; user (boleh) tidak ke mana-mana, namun (bisa) ada di mana-mana.
Menurut UNESCO, pendidikanpun sebetulnya merupakan komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik (education as organized and sustained communication designed to bring about learning). Untuk itulah UNESCO selanjutnya merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu a) Learning to know (belajar untuk mengetahui), b) Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan), c) Learning to live together (belajar hidup sisial), d) Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri).
a. Learning to know
Learning to know adalah proses belajar untuk mengetahui, memahami dan menghayati cara-cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dari sinilah muncul sikap ilmiah, sikap ingin tahu sebagai pendorong untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi secara ilmiah yang akhirnya mampu mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bahagian dari kehidupannya secara pribadi maupun berdampak pada lingkungannya.
b. Learning to do
Learning to do adalah proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu. Proses ini memberikan bekal-bekal kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah secara kongkrit dengan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses ini bisa juga disebut fase learning by doing (belajar berbuat dan melakukan).
c. Learning to live together
Learning to live together memberikan kesadaran bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Sebagai makhluk sosial, semakin tinggi ilmu pengetahuan, selayaknya semakin tercipta kedamaian hidup, sikap toleransi antar sesama makhluk hidup dan mampu menciptakan keseimbangan eko-sistem lingkungannya. Berbagi atau sharing ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu perwujudan learning to live together ini.
d. Learning to be
Learning to be, adalah proses di mana terjadi kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri, kemandirian, memiliki kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten serta mencapai tingkat kepribadian yang mantap.
Dari hal yang disebutkan di atas, teknik mengajarpun mengalami perkembangan dan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik dalam mengaplikasikan learning to know, learning to do, learning together hingga learning to be. Dalam mengapresiasi dampak tersebut, pemerintah telah mengembangkan sistem kurikulum yang tepat dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Menyadari bahwa perkembangan teknologi informatika ini berjalan sedemikian cepatnya, maka pengajar dan peserta didik dituntut untuk juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi informasi komunikasi serta meng-update-nya secara berkesinambungan. Khususnya bagi guru, pengemasan paket pembelajaran yang disesuaikan dengan inovasi pendidikan perlu dirancang dengan memperhatikan aspek-aspek kebutuhan peserta didik serta berdasarkan analisis situasi yang ada.
Untuk mencapai hal di atas, seorang guru pada saat sekarang tidak lagi hanya berfungsi mengajar secara konvensional, namun sepertinya juga harus meningkatkan keprofesionalannya untuk menguasai keterampilan yang sama sekali baru yaitu menggali kemampuannya dalam hal pemrograman sekaligus merancang media pembelajarannya menjadi lebih dinamis. Minimal untuk media pembelajarannya sendiri. Fungsi guru sebagai fasilitator dalam hal ini sangat terasa sekali.
1. Tahapan Pengembangan Multimedia Pembelajaran
Pustekkom (2007) mengemukakan beberapa tahapan dalam pengembangan multimedia pembelajaran, yaitu:
a. Tahapan Analisis
Tahapan ini disebut juga tahapan pra produksi. Pengkajian materi dan metodologi yang tepat dalam menentukan jenis multimedia yang akan diproduksi harus dikaji secara matang, karena setiap mata pelajaran, bahkan dalam setiap kompetensi dasar memiliki karakteristik tersendiri dalam penyajiannya. Oleh sebab itu, maka Rancangan Program Pembelajaran (RPP) harus terlebih dahulu dikerjakan, baru selanjutnya menganalisis serta menentukan jenis multimedia yang tepat untuk dikembangkan, apakah hanya berbentuk Presentasi Pembelajaran, atau memang harus disampaikan dengan cara simulasi serta animasi, seperti penggambaran peristiwa terbentuknya gunung berapi, misalnya.
Bidang kajian yang termasuk dalam tahapan ini antara lain;
· Analisis Kebutuhan
Materi yang disajikan harus cukup dan cakup. Materi yang cukup tapi dikaji secara mendalam akan memberikan informasi yang memuaskan dibandingkan banyaknya materi yang disajikan namun dangkal dalam kupasan. Hal yang juga menjadi pertimbangan adalah tidak seluruh materi pelajaran cocok untuk dijadikan multimedia pembelajaran. Kalau benda yang sebenarnya memungkinkan untuk dapat dibawa ke dalam kelas, tidak berbahaya, mampu dilihat secara kasat mata, mengapa harus dimultimedia-kan. Bahkan untuk penggambaran hal-hal yang paling sederhana dan penegasan pada poin-poin tertentu, papan tulis juga masih tidak terlalu ketinggalan zaman.
· Analisis instruksional
Kejelasan sasaran, kejelasan tujuan pembelajaran, kejelasan uraian materi, pemberian latihan dan umpan balik, pemanfaatan aspek pedagogis, ketepatan evaluasi, konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi, ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dll, harus dianalisis secermat mungkin.
· Garis Besar Isi Program (GBIP)
Penentuan garis besar isi program multimedia harus dipetakan agar tidak melebar dalam kupasan materi. Storyboard dalam hal ini sangat membantu sekali guna memberi gambaran kepada pengembang multimedia dalam merancang setiap jendela materi.
b. Tahapan Desain
Kemampuan estetika dalam tahapan desain sangat dominan karena akan berdampak kepada perwajahan dari media tersebut. Penerapan ilmu komposisi, mulai dari komposisi garis, bidang, warna, tekstur, dimensi (kedalaman), serta penentuan jenis font, penggarapan icon, button, banner, harus dirancang secermat mungkin.
Tahapan desain bukan sekedar merancang multimedia tersebut agar telihat ‘eye catching’, namun lebih dari itu, juga harus dikaji dari sisi psikologis user, apakah ditujukan untuk anak-anak atau remaja. Demikian juga dengan pemilihan image, video, audio, disesuaikan dengan nilai-nilai kependidikan.
Multimedia yang baik juga diorientasikan agar user friendlyness, mudah dioperasionalkan agar tidak membingungkan pemakai, maintanable, mudah untuk direvisi agar informasi yang baru dan up to date dapat di input sewaktu-waktu.
c. Tahapan Produksi
Tahapan produksi mencakup penulisan script, penentuan serta pemilihan software pemrograman yang tepat, pengembangan logika pemrograman, test dan debugging, untuk menghasilkan pre master yang terus disempurnakan (field testing and revising), sebelum akhirnya dikemas secara utuh (packaging).
d. Tahapan Implementasi
Tahapan ini berhubungan erat dengan pengguna (user). Sejauh mana media tersebut tepat guna dan tepat sasaran, haruslah diujicobakan terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan revisi pada bahagian-bahagian yang dirasa perlu, seperti trubleshooting, penulisan istilah, dan sebagainya, sebelum diproduksi secara massal.
Penutup
Tekno.Kompas.com (2007) menulis bahwa kebutuhan akan media bahan ajar berbasis multimedia sangat dibutuhkan pada saat sekarang ini. Oleh karena itu sudah sangat mendesak juga bagi guru mata pelajaran mengembangkan medianya berdasarkan teknologi informasi komunikasi ini.
Untuk menjaga kebenaran substansi materi, kecakupan dan kecukupan, pemakaian istilah, visualisasi contoh, kontekstual serta aktualitas, selayaknya multimedia pembelajaran tersebut dikembangkan oleh guru bidang studi masing-masing. Walaupun bahan ajar mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan oleh Forum Komunikasi Guru Mata Pelajaran, baik di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota, dari segi teknis penyampaian bisa saja terjadi perbedaan pada masing-masing guru.
Dengan demikian, guru dewasa ini sepertinya harus memiliki multi talenta, tidak hanya dituntut terampil dalam penyusunan rencana program pembelajaran, namun juga menguasai bagaimana menerjemahkan RPP tersebut menjadi script multimedia. Penguasaan aplikasi software pengolah teks, grafik, audio, video, animasi, logika pemrograman serta pengetahuan tentang prinsip-prinsip desain dalam audio visual art, sudah harus dilatih dan dicoba sesering mungkin guna mewujudkan multimedia pembelajaran bagi siswa-siswanya, agar tercapai pembelajaran yang asyik dan menyenangkan
Referensi
CodeZar.Com. Increase Maintainability.
Gagne, Robert M. Principles of Instructional Design, Harcout Brace Jovanovich College, 1992.
Hannafian, Michael J. And Kyle L, Peck. The Design, Development end Evaluation of Instructional Software, Macmillan Pub. Com, New York; 1988.
Kenthut. Teknik Penulisan Bahan Belajar Berbasis ICT, Pustekom; 2007.
Khaeruman, Uwes. Pengembangan Multimedia Pembelajaran, Pustekom; 2007.
Munir, DR. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Alfabeta, Bandung; 2008.
Panduan Pengembangan Multimedia Pembelajaran, Depdiknas; 2007.
Penulisan Lesson Plan Terintegrasi ICT, Pustekom; 2007.
E-learning dewasa ini sepertinya menjadi sesuatu yang harus dikembangkan karena tuntutan percepatan laju teknologi komunikasi. Keterbatasan fisik dan kemampuan manusia dalam menjelajahi ruang dan waktu dapat diatasi dengan menguasai teknologi informasi dan komunikasi, seperti mengadakan teleconference untuk pembelajaran tatap muka jarak jauh, pemberian dan penagihan tugas kepada siswa melalui internet, bahkan mengadakan forum diskusi dengan fasilitas mailing-list dan chatting, sesuai dengan konsep internet; user (boleh) tidak ke mana-mana, namun (bisa) ada di mana-mana.
Menurut UNESCO, pendidikanpun sebetulnya merupakan komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik (education as organized and sustained communication designed to bring about learning). Untuk itulah UNESCO selanjutnya merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu a) Learning to know (belajar untuk mengetahui), b) Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan), c) Learning to live together (belajar hidup sisial), d) Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri).
a. Learning to know
Learning to know adalah proses belajar untuk mengetahui, memahami dan menghayati cara-cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dari sinilah muncul sikap ilmiah, sikap ingin tahu sebagai pendorong untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi secara ilmiah yang akhirnya mampu mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bahagian dari kehidupannya secara pribadi maupun berdampak pada lingkungannya.
b. Learning to do
Learning to do adalah proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu. Proses ini memberikan bekal-bekal kemampuan atau keterampilan untuk memecahkan masalah secara kongkrit dengan mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses ini bisa juga disebut fase learning by doing (belajar berbuat dan melakukan).
c. Learning to live together
Learning to live together memberikan kesadaran bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia ini. Sebagai makhluk sosial, semakin tinggi ilmu pengetahuan, selayaknya semakin tercipta kedamaian hidup, sikap toleransi antar sesama makhluk hidup dan mampu menciptakan keseimbangan eko-sistem lingkungannya. Berbagi atau sharing ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu perwujudan learning to live together ini.
d. Learning to be
Learning to be, adalah proses di mana terjadi kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri, kemandirian, memiliki kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten serta mencapai tingkat kepribadian yang mantap.
Dari hal yang disebutkan di atas, teknik mengajarpun mengalami perkembangan dan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik dalam mengaplikasikan learning to know, learning to do, learning together hingga learning to be. Dalam mengapresiasi dampak tersebut, pemerintah telah mengembangkan sistem kurikulum yang tepat dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Menyadari bahwa perkembangan teknologi informatika ini berjalan sedemikian cepatnya, maka pengajar dan peserta didik dituntut untuk juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi informasi komunikasi serta meng-update-nya secara berkesinambungan. Khususnya bagi guru, pengemasan paket pembelajaran yang disesuaikan dengan inovasi pendidikan perlu dirancang dengan memperhatikan aspek-aspek kebutuhan peserta didik serta berdasarkan analisis situasi yang ada.
Untuk mencapai hal di atas, seorang guru pada saat sekarang tidak lagi hanya berfungsi mengajar secara konvensional, namun sepertinya juga harus meningkatkan keprofesionalannya untuk menguasai keterampilan yang sama sekali baru yaitu menggali kemampuannya dalam hal pemrograman sekaligus merancang media pembelajarannya menjadi lebih dinamis. Minimal untuk media pembelajarannya sendiri. Fungsi guru sebagai fasilitator dalam hal ini sangat terasa sekali.
1. Tahapan Pengembangan Multimedia Pembelajaran
Pustekkom (2007) mengemukakan beberapa tahapan dalam pengembangan multimedia pembelajaran, yaitu:
a. Tahapan Analisis
Tahapan ini disebut juga tahapan pra produksi. Pengkajian materi dan metodologi yang tepat dalam menentukan jenis multimedia yang akan diproduksi harus dikaji secara matang, karena setiap mata pelajaran, bahkan dalam setiap kompetensi dasar memiliki karakteristik tersendiri dalam penyajiannya. Oleh sebab itu, maka Rancangan Program Pembelajaran (RPP) harus terlebih dahulu dikerjakan, baru selanjutnya menganalisis serta menentukan jenis multimedia yang tepat untuk dikembangkan, apakah hanya berbentuk Presentasi Pembelajaran, atau memang harus disampaikan dengan cara simulasi serta animasi, seperti penggambaran peristiwa terbentuknya gunung berapi, misalnya.
Bidang kajian yang termasuk dalam tahapan ini antara lain;
· Analisis Kebutuhan
Materi yang disajikan harus cukup dan cakup. Materi yang cukup tapi dikaji secara mendalam akan memberikan informasi yang memuaskan dibandingkan banyaknya materi yang disajikan namun dangkal dalam kupasan. Hal yang juga menjadi pertimbangan adalah tidak seluruh materi pelajaran cocok untuk dijadikan multimedia pembelajaran. Kalau benda yang sebenarnya memungkinkan untuk dapat dibawa ke dalam kelas, tidak berbahaya, mampu dilihat secara kasat mata, mengapa harus dimultimedia-kan. Bahkan untuk penggambaran hal-hal yang paling sederhana dan penegasan pada poin-poin tertentu, papan tulis juga masih tidak terlalu ketinggalan zaman.
· Analisis instruksional
Kejelasan sasaran, kejelasan tujuan pembelajaran, kejelasan uraian materi, pemberian latihan dan umpan balik, pemanfaatan aspek pedagogis, ketepatan evaluasi, konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi, ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dll, harus dianalisis secermat mungkin.
· Garis Besar Isi Program (GBIP)
Penentuan garis besar isi program multimedia harus dipetakan agar tidak melebar dalam kupasan materi. Storyboard dalam hal ini sangat membantu sekali guna memberi gambaran kepada pengembang multimedia dalam merancang setiap jendela materi.
b. Tahapan Desain
Kemampuan estetika dalam tahapan desain sangat dominan karena akan berdampak kepada perwajahan dari media tersebut. Penerapan ilmu komposisi, mulai dari komposisi garis, bidang, warna, tekstur, dimensi (kedalaman), serta penentuan jenis font, penggarapan icon, button, banner, harus dirancang secermat mungkin.
Tahapan desain bukan sekedar merancang multimedia tersebut agar telihat ‘eye catching’, namun lebih dari itu, juga harus dikaji dari sisi psikologis user, apakah ditujukan untuk anak-anak atau remaja. Demikian juga dengan pemilihan image, video, audio, disesuaikan dengan nilai-nilai kependidikan.
Multimedia yang baik juga diorientasikan agar user friendlyness, mudah dioperasionalkan agar tidak membingungkan pemakai, maintanable, mudah untuk direvisi agar informasi yang baru dan up to date dapat di input sewaktu-waktu.
c. Tahapan Produksi
Tahapan produksi mencakup penulisan script, penentuan serta pemilihan software pemrograman yang tepat, pengembangan logika pemrograman, test dan debugging, untuk menghasilkan pre master yang terus disempurnakan (field testing and revising), sebelum akhirnya dikemas secara utuh (packaging).
d. Tahapan Implementasi
Tahapan ini berhubungan erat dengan pengguna (user). Sejauh mana media tersebut tepat guna dan tepat sasaran, haruslah diujicobakan terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan revisi pada bahagian-bahagian yang dirasa perlu, seperti trubleshooting, penulisan istilah, dan sebagainya, sebelum diproduksi secara massal.
Penutup
Tekno.Kompas.com (2007) menulis bahwa kebutuhan akan media bahan ajar berbasis multimedia sangat dibutuhkan pada saat sekarang ini. Oleh karena itu sudah sangat mendesak juga bagi guru mata pelajaran mengembangkan medianya berdasarkan teknologi informasi komunikasi ini.
Untuk menjaga kebenaran substansi materi, kecakupan dan kecukupan, pemakaian istilah, visualisasi contoh, kontekstual serta aktualitas, selayaknya multimedia pembelajaran tersebut dikembangkan oleh guru bidang studi masing-masing. Walaupun bahan ajar mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan oleh Forum Komunikasi Guru Mata Pelajaran, baik di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota, dari segi teknis penyampaian bisa saja terjadi perbedaan pada masing-masing guru.
Dengan demikian, guru dewasa ini sepertinya harus memiliki multi talenta, tidak hanya dituntut terampil dalam penyusunan rencana program pembelajaran, namun juga menguasai bagaimana menerjemahkan RPP tersebut menjadi script multimedia. Penguasaan aplikasi software pengolah teks, grafik, audio, video, animasi, logika pemrograman serta pengetahuan tentang prinsip-prinsip desain dalam audio visual art, sudah harus dilatih dan dicoba sesering mungkin guna mewujudkan multimedia pembelajaran bagi siswa-siswanya, agar tercapai pembelajaran yang asyik dan menyenangkan
Referensi
CodeZar.Com. Increase Maintainability.
Gagne, Robert M. Principles of Instructional Design, Harcout Brace Jovanovich College, 1992.
Hannafian, Michael J. And Kyle L, Peck. The Design, Development end Evaluation of Instructional Software, Macmillan Pub. Com, New York; 1988.
Kenthut. Teknik Penulisan Bahan Belajar Berbasis ICT, Pustekom; 2007.
Khaeruman, Uwes. Pengembangan Multimedia Pembelajaran, Pustekom; 2007.
Munir, DR. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Alfabeta, Bandung; 2008.
Panduan Pengembangan Multimedia Pembelajaran, Depdiknas; 2007.
Penulisan Lesson Plan Terintegrasi ICT, Pustekom; 2007.
0 komentar:
Posting Komentar