Top Ads

BEBERAPA ISU MANAJEMEN PENDIDIKAN


Makalah ini membahas sekilas sejarah manajemen, definisi manajemen, aplikasi manajemen dalam industri pendidikan dan beberapa isu dalam manajemen pendidikan.
Manajemen
Tidaklah dapat diragukan bahwa saat ini manajemen merupakan komoditi amat populer. Kepopuleran manajemen dapat dilihat dari setidaknya dua aspek. Aspek pertama adalah program pendidikan ma-najemen. Mulai dari program strata satu sampai strata dua, program studi mana-jemen amat diminati. Hampir setiap fa-kultas ekonomi di setiap universitas mempunyai jurusan manajemen. Bahkan, tanpa jurusan manajemen mungkin fakultas ekonomi tidaklah akan feasible. Dari sekian ribu mahasiswa pasca sarjana, mahasiswa pasca sarjana manajemen merupakan yang terbanyak. Perguruan tinggi merasa belum afdol kalau belum mempunyai program magister manajemen. Di Amerika Serikat, dari keseluruhan gelar pasca sarjana (master dan doctor) lebih dari 25% adalah gelar MBA (Master of/in Business Administration). Aspek kedua adalah penerbitan buku. Pangsa pasar buku tentang manajemen, sebagai akibatnya, juga yang tertinggi di an-tara sekian topik. Bila kita jalan-jalan ke to-ko buku, maka buku mengenai manajemen merupakan buku yang paling banyak dijual di samping buku mengenai komputer.
Popularitas manajemen mencapai titik tertinggi menjelang berakhirnya milenium kedua. Kita dibuat terpukau oleh kepia-waian seorang Lee Iacocca, CEO Chrysler corporation, yang konon pernah mengan-tongi sekitar 20 juta dolar setahun sebagai paket kompensasinya. Di Indonesia kita juga mengenal manajer 1 milyar. Tidak da-pat sangkal bahwa profesi manajemen merupakan salah satu profesi yang amat digandrungi saat ini.
Praktek manajemen sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum dikenal sistem ko-difikasi ilmu pengetahuan. Peter Drucker _ sang management guru _ menyatakan bah-wa manajer yang terbaik dalam sejarah ma-nusia adalah mereka yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan piramid di Mesir yang sampai kini masih mempesona kita. Walaupun bekerja dengan sumber daya terbatas, mereka berhasil membangun salah satu keajaiban dunia. Di Indonesia pun kita mempunyai berbagai artifak yang dapat di-gunakan untuk menyimpulkan bahwa prak-tek manajemen sudah ada di bumi Nu- santara kita. Borobudur yang konon juga merupakan salah satu keajaiban dunia tentu merupakan mahakarya pada zamannya. Kepiawaian para pejabat Majapahit tentu juga dise-babkan karena praktek manajemen mereka saat itu.
Dalam per-janjian lama, kerap dikutip oleh ber-bagai pakar ma-najemen mengenai upaya Musa dalam memanage eksodus Bani Israel ke luar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian. Perjalanan yang memakan waktu puluhan tahun dan diikuti oleh segenap Bani Israel memerlukan koordinasi luar biasa.
Namun demikian, manajemen sebagai suatu disiplin diakui merupakan suatu fe-nomenon yang bermula pada tahun 1886 dalam pertemuan American Society of Mechanical Engineer, Henry Towne, Pre-sident Yale and Towne Menufacturing Company, menyajikan makalah berjudul The Engineer as Economist. Dalam ma-kalah ini, ia berbicara mengenai the mana-gement of works. Yang dipersoalkan saat itu adalah bagaimana meningkatkan pe-kerjaan agar menjadi lebih efisien.
Dalam perjalanannya sejak itu mana-jemen mengalami berbagai perkembangan sehingga mencapai tingkat kedewasaan saat ini. Sebagai disiplin lintas ilmu, manajemen menampung sekian banyak konsep dari berbagai disiplin lain selain ilmu ekonomi, psikologi, operations research, sosiologi dan sebagainya. Sebagai suatu disiplin ilmu, manajemen telah mendapatkan tempat terhormat dalam kalangan ilmuwan.
Apakah Manajenen?
Dalam ilmu-ilmu sosial, bukanlah merupakan hal yang aneh bila kita men-jumpai beberapa definisi mengenai suatu konsep. Hal ini juga berlaku bagi definisi manajemen. Seperti juga istilah lain dalam ilmu sosial, ada lebih dari satu definisi me-ngenai manajemen.
Salah satu definisi manajemen seba-gaimana dicatat Encyclopedia Americana berbunyi " the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization". Pencapaian sasaran organisasi terjadi melalui peng-gunaan manusia (men), bahan produksi (materials), dan mesin (machines).
Namun demikian, benang merah pengertian manajemen adalah bahwa ma-najemen merupakan proses koordinasi berbagai sumberdaya organisasi (men, ma-terials, machines) dalam upaya mencapai sasaran organisasi.
Koordinasi menjadi isu penting karena pencapaian sasaran organisasi harus dila-kukan secara efisien. Efisiensilah yang memicu berkembangnya manajemen se-bagai suatu disiplin ilmu yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Efisiensi merupakan the gospel of scientific management. Perkem-bangan manajemen kontemporer meng-haruskan manajemen untuk dapat memenuhi harapan berbagai pihak (stake-holders) yang mempunyai kepentingan organisasi.
Walaupun manajemen pertama kali dikaitkan dengan usaha bisnis, pandangan kontemporer menyatakan validitas ma-najemen bagi usaha non bisnis. Manajemen diperlukan bukan hanya bagi usaha yang mengejar laba (bisnis) namun juga bagi usa-ha nirlaba (seperti sekolah) sejauh usaha tersebut mempunyai sasaran. Paradigma ini dikenal sebagai classical goal paradigm.
Pendidikan
Dalam arti luas, pendidikan adalah setiap proses di mana seseorang mem-peroleh pengetahuan (knowledge acqui-sition), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah suatu proses trans-formasi anak didik agar mencapai hal _hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya.
Pendidikan mempunyai fungsi sosial and individual. Fungsi sosialnya adalah un-tuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif de-ngan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan seorang me-nempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (penga-laman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya.
Suatu sistem pendidikan bukan hanya terdiri dari lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi), tetapi juga meliputi per-pustakaan, museum, penerbit, dan berbagai agen yang melakukan transmisi penge-tahuan dan keterampilan.
Manajenen Pendidikan
Walaupun awalnya manajemen diper-lukan bagi organisasi bisnis, dalam per-kembangnya manajemen juga diperlukan dalam upaya _upaya nir laba seperti seko-lah, lembaga keagamaan, dan sebagainya. Saat ini literatur mengenai manajemen un-tuk organisasi nir laba cukup banyak ter-sedia. Bahkan pada beberapa sekolah bisnis ada matkuliah bahkan spesialisasi dalam manajemen organisasi nir laba. Dalam kuri-kulum sekolah teologia di Barat bahkan ada matkuliah manajemen gereja (churc mana-gement).
Dalam pendidikan, seorang manajer pendidikan mempunyai tugas mengkoor-dinasikan berbagai sumber daya yang dipu-nyainya seperti guru, sarana dan prasarana sekolah (perpustakaan, laboratorium, dsb.) untuk mencapai sasaran dari lembaga pen-didikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Universalitas fungsi manajemen (pe-rencanaan, pengorganisasian, kepemimpin-an dan pengawasan) dan transferability kemampuan manajemen didukung banyak pihak. Seorang manajer yang sukses dalam industri tertentu, juga akan mempunyai peluang sukses di industri lain. Salah satu kasus kontemporer adalah keberhasilan CEO IBM Louis Gerstner yang direkrut dari perusahaan penjual biskuit Nabisco. Walaupun memproduksi dan memasarkan komputer amat berbeda dari biskuit, na-mun sukses Louis Gerstner membuktikan dalil transferability kemampuan manaje-men. Jauh sebelum Louis Gerstner, Eisenhower dan McNamara juga mem-buktikan validitas kedua dalil ini. Keduanya adalah perwira tinggi angkatan bersenjata Amerika Serikat. Keduanya berhasil dalam pekerjaan non militer.
Keberhasilan The Wharton School menjadi sekolah bisnis terbaik di Amerika juga disebabkan karena yang direkrut se-bagai dekan bukanlah seorang akademis, tetapi praktisi bisnis yaitu seorang kon-sultan dari McKinsey. Model praktisi menjadi dekan sekolah bisnis menjadi semacam trend di Amerika. Sekolah Bisnis University Maryland dan Darden School dari The University of Virginia juga merekrut prak-tisi manajemen sebagai dekan mereka.
Berdasarkan observasi, dapat dihi-potesakan bahwa kualitas manajemen ter-baik berada dalam sektor bisnis. Mana- jemen non bisnis masih jauh dari baik. Dalam hal ini manajemen sekolah/ pen-didikan, saya berpendapat secara umum bahwa hal ini masih jauh dari baik. Sekolah yang menyelenggarakan manajemen pen-didikan yang baik mungkin dapat dihitung dengan jari.
Dunia pendidikan dapat belajar banyak dari para praktisi manajemen (manajer) di dunia bisnis. Para manajer bisnis dapat mentransfer kemampuannya untuk mem-perbaiki manajemen pendidikan.
Tujuan Pendidikan
Titik awal manajemen adalah adanya tujuan /sasaran organisasi. Dalam pendi-dikan, upaya pendidikan tentu mempunyai sejumlah sasaran (goal). Sedangkan goal adalah the desired end states.
Mengenai tujuan pendidikan, UU Nomor 2 tahun 1989 pasal 4 menye-butkan:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Secara "makro " mungkin berbagai sasaran pendidikan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga pendidikan dapat diklasifikasi sebagai akuisisi pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan kete-rampilan/kemampuan (sasaran motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif). Sasaran _ sasaran makro ini tentu hen-daknya diterjemahkan dalam berbagai sasaran mikro yang dapat diukur (mea-surable) secara rinci dan spesifik apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar (proses pendidikan). Demikian juga dengan sasaran motorik dan afektif. Dalam hal sasaran afektif, perubahan sikap apakah yang diharapkan pada akhir suatu proses pendidikan.
Salah satu sasaran yang dapat diukur (measurable) yang lazim digunakan adalah nilai hasil akhir belajar yang kita kenal se-bagai NEM. Ukuran keberhasilan lain adalah ranking sekolah yang sebenarnya merupakan fungsi dari NEM.
Tentu berbagai lembaga pendidikan kristiani mempunyai sasaran khas yang mencerminkan nilai-nilai kristiani yang ingin ditransfer kepada para peserta didik.
Beberapa Isu
Good management practice dalam pendidikan masih merupakan fenomena elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang bahkan masih belum melihat perlunya manajemen dalam penyelenggaraan pen-didikan. Tidak sedikit di antara mereka yang beranggapan bahwa manajemen pendi-dikan tidaklah mempunyai peran dalam dunia pendidikan karena persepsi keliru bahwa domain manajemen adalah bisnis. Kecuali itu juga ada sementara pihak yang berpendapat bahwa sebagai misi kristiani, hanya Rohulkuduslah yang dibutuhkan.
Menurut hemat penulis ada banyak isu mendasar yang perlu diperhatikan bila kita ingin melihat good management practice dalam pendidikan di negara kita. Untuk keperluan kita kali ini penulis akan membahas enam isu. Dalam memilih enam isu ini penulis sadar akan adanya error by commission. Ada isu yang harus masuk dan ada isu yang tidak harus masuk.
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Yang menjadi isu umum bagi sekolah-sekolah adalah tidak adanya upaya sungguh-sungguh untuk mengukur sasaran afektif. Dari seorang anak yang masuk sekolah, perubahan afektif apakah yang diharapkan terjadi. Apa-kah sang anak didik akan menjadi lebih saleh, lebih berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan? Sekolah-sekolah ma-sih berputar-putar sekitar isu skolastik saja.
Maraknya tawuran, konsumsi narkoba dan jual beli ujian di sekolah termasuk di sekolah-sekolah kristen membuk-tikan bahwa sasaran afektif masih banyak dilupakan dalam penyeleng-garaan pendidikan. Perilaku dan sikap anak di berbagai lembaga pendidikan berbasis agama amat mungkin tidaklah berbeda signifikan dengan mereka yang bersekolah di sekolah non agama. Ka-lau demikian, di manakah beda sekolah berbasis agama?
Banyak sekolah berbasis agama Islam, Katolik, maupun Kristen yang berhasil menempatkan anak didiknya dalam po-sisi terhomat dari segi skolastik, na-mun, di balik sukses ini justru terjadi kegagalan besar dalam membentuk anak sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kepedulian besar terhadap orang lain, masyarakat sekitar dan isu-isu sosial yang berkembang dalam ma-syarakat. Kita hanya berhasil mencetak manusia cerdas yang berhati dingin.
Hal ini disebabkan karena tidak adanya sasaran afektif yang dijabarkan secara nyata.
2. Manajemen Guru
Sebagai salah satu sumber daya ter-penting pendidikan, menurut hemat penulis, guru merupakan sumber daya yang undermanaged atau bahkan mis-managed. Pimpinan pendidikan mau-pun yayasan penyelenggara pendidikan masih melihat guru sebagai faktor pro-duksi belaka. Manajemen guru meliputi proses seleksi dan rekrutmen guru de-ngan kriteria objektif dan relevan, pro-ses pengembangan kemampuan guru sebagai tenaga pengajar dan proses motivasi guru agar dapat mempunyai komitmen tinggi.
Parahnya guru diperlakukan dapat kita ketahui di berbagai media masa. Mulai dari gaji yang tidak cukup untuk hidup layak sampai tidak adanya jaminan kesehatan apalagi jaminan hari tua. Ti-dak sedikit guru yang kemudian beker-ja sambilan sebagai tukang ojek. Tidaklah juga mengherankan kalau ada di antara mereka yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti menjual soal ujian dan sebagainya. Pihak penye-lenggara pendidikan lebih memen-tingkan surplus sekolah ketimbang meningkatkan kesejahteraan guru. Padahal pendidikan dan keberhasilan sekolah mencapai sasaran amat di-tentukan oleh guru. Bukankah ada pepatah "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari"?
Mengenai pentingnya peran guru da-lam suatu masyarakat mungkin kita bisa belajar dari legenda berikut:. Ko-non kabarnya di suatu negeri antah berantah timbul perang antarkerajaan. Ketika dilapori mengenai banyaknya korban akibat perang konon sang kaisar bertanya "Berapakah guru yang meninggal akibat perang" dan bukan berapa serdadu yang meninggal dalam perang.
Himne guru menyebutkan guru se-bagai pahlawan tanpa tanda jasa me-mang tepat. Tidaklah heran kalau profesi guru bukanlah merupakan profesi yang amat diminati oleh anak-anak kita. Tidak ada yang dapat mengangkat dada dan berkata "Saya adalah seorang guru".
3. Peningkatan Pengawasan
Dari berbagai fungsi manajemen, mungkin fungsi pengawasan meru-pakan titik terlemah. Berdasarkan pengalaman penulis, intensitas fungsi kontrol yang amat nyata dalam or-ganisasi bisnis, merupakan titik lemah (Achilles' heel) banyak lembaga pen-didikan kita. Hampir tidak ada upaya untuk menganalisis misalnya mengapa NEM terus merosot dari tahun ke tahun, mengapa jumlah siswa merosot padahal uang sekolah sudah murah.
Kalau toh ada kegiatan pengawasan, hal tersebut lebih difokuskan kepada absensi guru dan murid. Walaupun ini penting, namun ada banyak aspek pen-didikan yang berkaitan dengan pen-capaian sasaran yang luput dari pe- ngawasan. Demikian juga follow up berbagai rencana sekolah.
4. Manajer Pendidikan
Dunia pendidikan kita masih kurang memiliki manajer-manajer pendidikan yang handal. Manajemen pendidikan yang baik harus dikelola oleh para ma-najer sebagaimana laiknya organisasi bisnis. Sulit sekali berbicara mengenai manajemen pendidikan tanpa me-nyentuh isu manajer pendidikan. Para pengelola pendidikan haruslah terdiri dari manajer pendidikan dan bukan sekedar guru. Tugas pengelola pen-didikan dan guru jelas berbeda.
Yang terjadi selama ini adalah promosi seorang guru yang baik menjadi mana-jer pendidikan (kepala sekolah) tanpa melewati persiapan memadai seperti pelatihan dan penyiapan mind set baru. Tidaklah heran, banyak guru baik yang lalu menjadi kepala sekolah (manajer pendidikan) mediocare sesuai prinsip Peter (Peter Principle). Prinsip Peter menyatakan bahwa seorang dipro-mosikan mencapai tingkatan inkom-petensinya.
Tidak banyak penyelenggara pendi-dikan (yayasan) yang sadar akan hal ini dan mengirimkan para manajer pen-didikan mereka untuk belajar mana-jemen pendidikan.
Kerberhasilan penyelenggara pendi-dikan amat ditentukan oleh tersedianya manajer-manajer pendidikan handal. Isu ini menjadi lebih relevan mengingat persaingan dalam setiap jenjang dunia pendidikan kita makin intens. Tanpa manajemen dan manajer handal, akan banyak lembaga pendidikan yang gu-lung tikar karena tidak berhasil memu-askan para stakeholders.
5. Aliansi Antarsekolah
Walaupun secara umum good ma-nagement practice masih elusif di sekolah _sekolah kita masih belum baik, namun tidak dapat kita sangkal ada lembaga-lembaga pendidikan yang sudah menerapkan manajemen pen-didikan dengan cukup baik.
Lewat koordinasi asosiasi lembaga pendidikan (seperti MDPK/MPPK), suatu lembaga pendidikan dapat belajar dari good management practice lem-baga pendidikan lain. Lewat proses benchmarking, suatu lembaga dapat belajar dari pengalaman lembaga lain.
6. Partisipasi Manajer Bisnis
Isu terakhir adalah bagaimana penyelenggara pendidikan meman-faatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis. Pengalaman di manca negara membuktikan keefektifan pendekatan ini. Karena fungsi ma-najemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain, maka jalan pintas yang dapat di-ambil, sambil menyiapkan manajer pendidikan, adalah memanfaatkan tenaga manajer bisnis yang tersedia.
Kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman berbagai sekolah bisnis di Amerika Serikat yang merekrut para manajer bisnis yang ternyata berhasil meningkatkan kinerja sekolah bisnis. Saya kira para manajer bisnis akan de-ngan senang hati dapat memberikan kontribusi mereka _ setidaknya secara paruh _ waktu untuk meningkatkan manajemen pendidikan di berbagai lembaga pendidikan.

0 komentar:

Posting Komentar