Top Ads

Buku Elektronik: Biaya Teknologi Menjadi Beban Sekolah


SEKOLAH diperkirakan tidak bisa menggunakan buku sekolah elektronik secara maksimal dengan terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, seperti komputer yang terkoneksi internet. Sekolah harus mengeluarkan biaya besar untuk mengadakan teknologi pendukung buku sekolah elektronik.

Di SMAN 9 Yogyakarta, misalnya, dari 16 kelas yang ada, belum satu pun yang dilengkapi perangkat komputer dan proyektor LCD (liquid crystal display) yang terkoneksi internet. Hanya perpustakaan dan ruang audiovisual yang telah difasilitasi teknologi ini.
”Sarana dan prasarana untuk menggunakan buku sekolah elektronik memang terbatas karena biaya pun tidak ada,” ujar Kepala Sekolah SMAN 9 Hardja Purnama, Senin (21/7).
Untuk menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar dengan buku sekolah elektronik, lanjut Hardja, setiap kelas dilengkapi perangkat komputer. Bahkan, setiap kelas digunakan untuk mata pelajaran spesifik yang disebut moving class.
Padahal, untuk membeli satu unit LCD saja, ucap Hardja, perlu biaya Rp 8 juta-Rp 12 juta, begitu juga dengan perangkat komputer.
Di SMAN 6 Yogyakarta, penyiapan perangkat komputer dimulai sejak tahun lalu. Dari 21 kelas yang ada, 10 di antaranya dilengkapi komputer yang terkoneksi ke internet dan LCD. ”Itu tentu tetap kurang karena idealnya semua kelas ada LCD dan komputer,” kata Kepala SMAN 6 Rubiyatno.
Persiapan penggunaan buku sekolah elektronik, menurut dia, terkendala biaya pengadaan sarana dan prasarana yang tak murah. Sejauh ini biaya itu masih dibebankan kepada orangtua murid.
Di Solo, Jawa Tengah, hingga saat ini belum ada sosialisasi buku ajar elektronik. Sebagian sekolah di Kota Solo mengandalkan lembar kerja siswa (LKS) sebagai sumber kegiatan belajar-mengajar. Berita soal adanya buku ajar elektronik memang sudah didengar, tetapi sebatas yang diperoleh dari media massa.
”Kami masih menunggu sosialisasi dari Dinas Pendidikan Kota Solo. Untuk sementara siswa pakai LKS dan menambahnya dengan buku pinjaman dari kakak kelas, tetangga, atau perpustakaan. Memang tidak lengkap seperti tuntutan kurikulum sekarang,” kata Kepala SMP 24 Solo Suharno.
Kepala Subdinas Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Solo Budy Sartono mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum menerima pemberitahuan resmi soal buku sekolah elektronik.
Sumber: Harian Umum Kompas

0 komentar:

Posting Komentar