Top Ads

Strategi Jitu Kembangkan Software Edukasi Lokal

Kualitas boleh saja sama, tapi kultur tetap saj berbeda. Itulah keunggulan software edukasi lokal. Tak banyak software edukasi buatan lokal yang benar-benar mampu memahami kultur belajar mengajar di Indonesia. Setidaknya hal ini merupakan strategi bagi para pengembang software edukasi lokal untuk memasarkan softwarenya di negeri ini.
”Sebagai terobosan awal salah satu langkah untuk memasarkan dan mengenalkan software edukasi lokal di antaranya, secara off-line misal Roadshow ke sekolah-sekolah,” begitu papar Budi Wahyu Jati, Country Manager Intel Indonesia.
Strategi ini memang mumpuni. Pihak sekolah, terutama guru dan siswa akan terbantu dengan adanya software edukasi ini. Apalagi, pembuatnya adalah kreator dari Indonesia. Menurut Budi, trik lain untuk mengenalkan software ini adalah dengan pengenalan ke komunitas Guru, pameran pendidikan dan sebagainya.
Cara cepatnya bisa secara On-Line, misal memberikan suatu web-site sebagai landing zone, untuk percobaan secara on line, atau download software trial yg mempunyai batas waktu pakai tertentu. Cara semacam ini dirasa besar manfaatnya karena pengguna bisa langsung mencoba manfaat dari software yang ada.
“Saya melihat perkembangan software lokal di Indonesia yang cukup pesat dimana para pengembang mulai melakukan berbagai inovasi dalam pengembangan software terutama dalam segi konten yang sudah sangat kreatif. Untuk ke depannya sekiranya diperlukan pembinaan, pengembangan melalui berbagai riset dan kemitraan dengan institusi terkait/terpandang di bidangnya merupakan langkah yang dapat ditempuh oleh para pengembang software lokal untuk dapat maju dan bersaing di pasaran,” jelas Budi.
Pendiri perusahaan software pendidikan Pesona Edu, Hary S. Candra mengungkapkan, untuk mampu bersaing di pasar nasional maupun dunia, para pengembang software edukasi haruslah memperhatikan sejumlah detail dalam memproduksi softwarenya. “Pembuatannya membutuhkan disiplin ilmu yang luas. Bila ingin membuat software geografi maka guru geografi harus dilibatkan. Selain itu harus ada ahli desain instruksional dan seorang konsultan untuk memvisualisasikan pelajaran tersebut agar menarik dan benar.” ujar Hary.
Sayangnya hal inilah yang kerap dilupakan oleh kebanyakan pembuat software pendidikan. Mereka sering kali membuat software pendidikan secara Instan dengan hanya memindahkan isi buku pelajaran ke aplikasi komputer. Tak aneh bila software buatannya belum tentu benar. Hal ini karena bahasa tulisan tidak mudah divisualisaikan secara tepat tanpa seorang ahli sebagai pemandunya. Padahal menurut Hary, dalam mengembangkan software pendidikan yang harus dipikirkan secara matang adalah kebenarannya dulu bukan kemenarikan visualisasinya.
Lain halnya Putu Sudiarta, pengembang software dari PT Bamboo Media. Menurutnya, strategi pemasaran tergantung segmen produk dan konsumen yang menjadi target masing-masing pengembang. Intinya konsumen harus mendapatkan manfaat yang nyata dalam harga yang terjangkau agar potensi ICT untuk pendidikan benar-benar dirasakan.
”Menurut saya pendidikan bukan bisnis murni, namun ada sisi idealisme dan kebutuhan untuk berbagi,” tandas Putu.
Dia menambahkan, kualitas software pendidikan ini memang masih perlu ditingkatkan (teknis, content dan interface). Harga pun bisa terjangkau karena pendidikan tidak boleh masuk dalam perangkap komersialisme murni. Berbeda dengan software untuk Bisnis, Perbankan, Industri dll.
Saat ini, yang dibutuhkan pengembang software edukasi lokal adalah variasi inovasi. Peluang pengembangan software ini, tambah Putu, masih terbuka lebar. Baik dilihat dari sisi content pembelajaran interaktif, games, software akademik dan perpustakaan, ataupun berbagai software untuk membantu profesi guru lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar