Top Ads

Biar Gratis Asal Berkualitas


Pemerintah menaikkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara signifikan. Jumlahnya masih belum bisa menutup seluruh biaya operasional sekolah. Perlu andil Pemerintah Daerah agar sekolah gratis tidak mengorbankan mutu.
 
Aplaus meriah mengiringi penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Departemen Pendidikan Nasional dan Kepala Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia. Bertempat di gedung Depdiknas, Jakarta, nota kesepahaman ini, antara lain diteken oleh  Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph.D. pada medio Januari lalu.
 
Seremoni ini menandai penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk semua sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Tahun ini pemerintah mengalokasikan dana BOS 50% lebih besar daripada tahun sebelumnya. Bila tahun lalu alokasinya Rp 11,2 triliun, tahun ini naik setengahnya menjadi Rp 16 triliun.
 
Sejak dana BOS diluncurkan tahun 2006, jumlahnya terus naik. Pada awalnya pos ini kebagian anggaran  Rp 10,3 triliun. Namun tahun berikutnya naik menjadi Rp 11,2 triliun, hingga tahun ini mencapai Rp 16 triliun. Ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yaitu sebesar Rp 224 triliun. Dengan demikian dana BOS menempati porsi 7,5% dari total anggaran pendidikan.
 
Menurut Dirjen Mandikdasmen, Prof. Suyanto, pemerintah sengaja menaikkan anggaran BOS secara signifikan agar pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan mutu. Mulai tahun ini pembagiannya dibedakan untuk sekolah-sekolah di kota dan di daerah. Misalnya, jatah untuk anak Sekolah Dasar (SD) di perkotaan ditetapkan Rp 400.000 per siswa setiap tahun, sedangkan untuk siswa SD di pedesaan ditetapkan Rp 397.000 per siswa setiap tahun. Dengan dana tersebut siswa sudah bisa menikmati pembebasan biaya sekolah dan beberapa buku paket versi murah yang telah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah.
 
Tak lama setelah kebijakannya diluncurkan, dana itu mengalir cepat ke sekolah-sekolah. Di Kabupaten Cimahi, Jawa Barat, misalnya, dana itu langsung cair ke 188 sekolah penerima hanya berselang sehari setelah MoU diteken di Jakarta. Total dana yang dibagi sebesar Rp 8,1 miliar lebih.
 
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kucuran dana tahun ini lebih cepat diterima oleh sekolah-sekolah karena Depdiknas telah meminta kepada pemerintah daerah agar jalur birokrasi yang terlampau panjang bisa dipotong.
 
Dengan penyaluran dana BOS ini, semua pendidikan dasar wajib menggratiskan para siswa dari pungutan operasional. Selain agar beban orang tua siswa menjadi ringan, BOS diarahkan agar bisa membuat mutu pendidikan menjadi lebih baik. Sekolah yang memungut bayaran dari siswa SD dan SMP akan ditindak tegas dan dihukum berat. Sesuai aturan yang berlaku, kepala sekolahnya didenda Rp 500 juta dan diberhentikan sebagai tenaga pendidikan. Aturan ini berlaku untuk semua pendidikan dasar, kecuali yang berstandar internasional atau rintisannya.
 
Namun, menurut Suyanto, sebetulnya besaran dana ini belum mencukupi seluruh kebutuhan sekolah. Karena itulah, peran pemerintah daerah dituntut untuk menutupi kekurangannya. Sementara, pihak sekolah sudah tidak boleh lagi memungut uang operasional dari orang tua siswa. ”Tanpa ada komitmen Pemda pada dunia pendidikan, mustahil pendidikan gratis akan disertai dengan peningkatan kualitas,” kata Suyanto yang juga guru besar Universitas Negeri Yogyakarta itu.
 
Agar sekolah-sekolah bisa menjalankan operasionalnya dengan lancar, perlu political will dari Pemda untuk mengalokasikan dana APBD agar sekolah gratis semakin menarik. Ketika Pemda sanggup menambahi dana untuk membiayai operasional maka sekolah masih memiliki ruang untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan. Namun bila ketergantungan kepada dana BOS membuat operasional menjadi pas-pasan, maka sekolah-sekolah akan terpasung dengan utopia pendidikan gratis.
 
Dana BOS idealnya mengucur dari dua komponen, pemerintah pusat dan daerah. Apabila sekolah hanya hidup dengan BOS dari pemerintah pusat, maka ia akan kesulitan mengontrol mutu karena minimnya dana operasional. Tanpa ada komitmen yang jelas dari pemda untuk menggratiskan pendidikan dasar, mustahil pendidikan gratis akan disertai dengan peningkatan kualitas. Oleh karena itu pemda perlu mengalokasikan APBD-nya secara signifikan untuk mewujudkan pendidikan gratis yang berkualitas. Tanpa begitu dana BOS justru akan mendegradasi kualitas sekolah-sekolah.
 
Suyanto mengingatkan, isu sekolah gratis hendaknya tidak hanya menjadi dagangan poltik menjelang Pilkada, namun harus diwujudkan dalam bentuk policy yang pro pendidikan. Hal ini menjadi sebuah keharusan, karena undang-undang mengamanatkan itu. UU Sisdiknas, Pasal 34 ayat 2, berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
 
Dana operasional sekolah sebenarnya sejak awal didesain hanya untuk membantu pemerintah daerah. “BOS tidak lebih hanyalah bantuan biasa,” kata Suyanto. Besarannya hanya cukup untuk menutup sepertiga dari biaya operasional sekolah. Hanya untuk sekolah dasar di desa-desa, dana itu sudah bisa menutup semua biaya operasional sekolah. Di sekolah-sekolah di perkotaan, dana BOS tidak cukup menopang biaya pendidikan. Kekurangannya harus ditanggung pemerintah daerah.
 
Dengan hitungan seperti ini semestinya pemerintah daerah tidak ragu menyisihkan sebagian anggarannya untuk menata sekolah-sekolah secara serius. Namun kenyataannya saat ini kebanyakan Pemda belum memberikan perhatian secara signifikan dalam hal ini. Ada yang menganggap dana BOS dari pemerintah pusat sudah memadai, sehingga hanya dana itu yang menjadi satu-satunya sumber dana yang menyangga operasional sekolah.
 
Meskipun, saat ini dana pendidikan yang dialokasikan dari APBD lebih dari 20%, namun sebagian besar terserap untuk gaji sehingga biaya yang mengucur langsung untuk pengembangan sekolah masih minim. Karena, berdasarkan UU Sisdiknas pasal 49 ayat 1, gaji guru dihitung sebagai pembiayaan pendidikan.
 
Hingga saat ini sudah terdapat beberapa Pemerintah Daerah (Pemprov maupun Pemkab/Pemkot) yang turut mengalokasikan biaya operasional pendidikan atau biaya operasional sekolah (BOP/BOS) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mereka. Di antaranya Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
 
Bahkan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan termasuk yang sukses memberikan perhatian pada dunia pendidikan. Sejak tahun 2002 Pemkab Muba rutin menganggarkan dana pendidikan di atas 20% APBD. Bila awalnya hanya seperlima APBD, tahun lalu sudah meningkat menjadi 22% atau sebesar Rp 357 milyar.

Di kabupaten berpenduduk 474 ribu jiwa itu tidak hanya pendidikan dasar 12 tahun yang gratis, program itu meluas hingga SLTA dan Perguruan Tinggi. Akademi Ilmu Keperawatan (Akper) Musi Banyuasin dan Politeknik Sekayu kini menjadi contoh perguruan tinggi gratis bertaraf internasional. Menurut Bupati Muba Alex Noerdin yang kini menjadi Gubernur Sumatera Selatan, Muba sudah tidak sekedar bicara tentang sekolah gratis melainkan sudah melangkah pada perbaikan mutu pendidikan. adv
 
Tabel: Dana BOS  (* Per siswa per tahun)
 
Sekolah       Tahun 2008                              Tahun 2009
 
SD              Rp 254.000,-*                            Kab: Rp.397.000,-
                                                                         Kota:  Rp.400.000,-.
 
SMP            Rp.354.000,                              Kab:  Rp.570.000
                                                                         Kota: Rp.575.000,- 
  Sumber: Depdiknas

0 komentar:

Posting Komentar