Bulan Pertama Sekolah
Ditulis oleh Prof. Suyanto, Ph.D
Libur panjang telah selesai, sekolah sudah mulai lagi. Bagi orang dewasa, keluar masuk institusi sekolah atau satuan pendidikan baik secara fungsional maupun secara sosial tidak menjadi masalah sama sekali. Mengapa begitu? Karena orang dewasa sudah bertahun-tahun pernah bersekolah, dan dengan demikian telah mengenal budaya sekolah dengan berbagai norma-normanya. Bagaimana halnya dengan anak-anak kita yang masih “imut” dan polos di jenjang pendidikan SD atau SMP? Tentu mereka masih memiliki persoalan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru, sekolah mereka. Penyesuaian diri akan menjadi masalah bagi anak-anak yang usiannya relatif belia. Oleh karena itu siswa baru di SD akan lebih banyak memiliki masalah penyesuaian diri dengan sekolahnya jika dibandingkan dengan para siswa di jenjang SMP dan SMA/SMK. Karena fakta seperti itu, sekolah harus memiliki program penyesuaian bagi anak-anak kita yang pada bulan pertama ini telah memulai sejarah kehidupan barunya: pergi bersekolah, antri menjadi orang-orang penting di masa yang akan datang.
Apa yang harus dilakukan oleh sekolah (Kepala Sekolah, guru, dan para siswa lama), terutama di jenjang Sekolah Dasar? Pekerjaan yang penting bagi sekolah untuk menjemput dan menyambut warga barunya itu ialah: ramahlah kepada semuanya dan ciptakan komunikasi yang hangat, menyenangkan, sehingga membuat siswa baru merasa nyaman, aman, baik secara psikologis, fisik, maupun sosial. Anak-anak, siswa baru, yang masih “imut” dengan keingintahuan yang tinggi jangan dibiarkan begitu saja tanpa sambutan yang hangat dan bersahabat. Pengenalan ke budaya sekolah bagi para siswa baru tidak cukup dengan acara sesaat yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Masa Orientasi Studi (MOS). Apalagi MOS tidak selamanya memberikan pengenalan kepada siswa baru agar memiliki penyesuaian diri dengan baik. Masa orientasi studi, terutama di satuan pendidikan SMA dan SMK, masih saja ada fenomena merepotkan para siswa baru. Para siswa baru masih diberi berbagai kegiatan yang sifatnya meng ada-ada. Ada yang disuruh bawa tas plastik warna biru agar sulit dicari; Ada yang disuruh membawa uang logam ratusan warna kuning agar tidak mudah menemukannya; Juga ada yang diminta membawa koran bekas hari-hari tertenu yang sulit dicari. Semuanya itu dilakukan oleh para kakak seniornya untuk alasan yang tidak jelas. Memang tidak semua sekolah melakukan hal seperti itu. Sebagain kecil saja yang melakukannya. Akan tetapi, kalau satuan pendidikan melakukan hal itu, betatapun sedikitnya, sungguh merupakan pemborosan dan juga merupakan distorsi yang merugikan bagi proses penyesuaian diri dengan kultur sekolah bagi para siswa baru.
Di Sekolah Dasar hal seperti itu harus dihindari sama sekali. Tahun pertama pendidikan di sekolah dasar merupakan momentum terpenting bagi keberlangsungan pendidikan para siswa baru di jenjang pendidikan berikutnya. Kalau saja salah penyesuaian diri di saat pertama masuk sekolah, para siswa di sekolah dasar akan mengalami trauma yang sangat mendalam. Akibatnya akan mengganggu keberlanjutan studi mereka. Oleh karena itu proses belajar-mengajar di kelas-kelas awal di sekolah dasar harus benar-benar memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis para siswa.
Aspek penting yang harus mendapat perhatian dalan memfasilitasi siswa baru di sekolah dasar antara lain mencakup: kurikulum, moda komunikasi, kesejahteraan emosional dan sosial, keamanan, dan lingkungan belajar. Dalam aspek kurikulum, sekolah harus menyesuaikan materi ajar, cara mengajar, cara memberi feedbacks, sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa, yang masih pada tingkatan operasi kongkrit, jika kita meminjam istilah Robert Gagne. Dalam aspek komunikasi, manfaatkan bahasa sederhana yang bisa dimengerti siswa baru sekolah dasar. Menggunakan bahasa ibu sangat menolong mereka. Kemudian, dari sisi kesejahteraan sosial dan emosional, sekolah perlu melakukan kegiatan kelompok terhadap semua siswa baru dengan cara membuat akatifitas bersama seperti menyanyi bersama, bermain bersama, bergandeng-gandeng tangan di antara mereka secara bersama agar tercipta budaya kebersamaan, bertepuk tangan bersama, dan juga dikondisikan bisa tertawa ceria bersama agar mereka saling bisa melihat gigi-gigi ompong yang sedang tumbuh di antara mereka. Dari aspek keamanan, sekolah harus bisa menjamin keamanan anak-anak secara fisik. Kalau ada bangunan yang berbahaya, anak-anak harus diberitahu agar tidak mendekati. Kalau ada gempa anak-anak harus diberitahu kemana harus berlari menyelamatkan diri. Kalau menyeberang jalan mereka harus diberitahu cara yang aman agar tidak ditabrak kendaraan.
Akhirnya dari aspek lingkungan belajar, sekolah harus bisa memberi apresiasi terhadap hasil belajar siswa. Buatlah pajangan di sekeliling dinding kelas yang menunjukkan hasil prestasi belajar siswa baru. Buatlah proses belajar selalu merangsang anak-anak ikut berpartisipasi dengan sepenuh hati. Dengan cara ini semua, pada akhirnya sekolah akan berhasil mengantarkan siswa baru sekolah dasar menapaki kelas berikutnya dan juga jenjang pendidikan berikutnya yang lebih tinggi sampai ke perguruan tinggi. Ini semua memang harus dilakukan karena di semua jenjang pendidikan sebagian besar peserta didik yang dropout terutama di sekolah dasar disebabkan oleh persoalan penyesuaian diri. Dari angka dropout yang ada saat ini, sebagian besar menimpa anak-anak kita yang sedang belajar di tahun pertama pada setiap jenjang pendidikan. Selamat belajar di sekolah yang baru anak-anak.
Prof. Suyanto, Ph.D
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta,
Dirjen Manajemen Dikdasmen, Depdiknas.
0 komentar:
Posting Komentar