Top Ads

MENUJU GENERASI MUDA BERDAYA DENGAN ATURAN ISLAM

MENUJU GENERASI MUDA BERDAYA DENGAN ATURAN ISLAM

Oleh : Ir. Yuliana, M.Si.



Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kezaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Adalah kenyataan yang tak terbantahkan oleh siapapun saat ini bahwa generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa sangat jauh dari sosok generasi dambaan. Mulai dari perilaku siswa, mahasiswa sampai demonstrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkannya tunjangan mereka. Banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya, sehingga lebih dari 4,5 juta anak harus putus sekolah. Akibatnya kebodohan dan tindak kriminal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kemudian anak‑anak yang tidak mampu sekolah ini muncul di jalanan menjadi pengemis, pengamen maupun pedagang asongan. Bahkan tidak hanya itu, banyak dari mereka menjadi pelaku tindak kriminal, mencopet, terlibat narkoba, mabuk-mabukan, pembunuhan dan perbuatan asusila lainnya.

Sebagai bukti kemerosotan generasi muda saat ini antara lain : (1) Pecandu narkoba. Sebanyak 85% pemakai narkoba di Indonesia yang mencapai 6,5 juta orang adalah generasi muda. Sekitar 50% berstatus mahasiswa atau berpendidikan sarjana (2002). Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi DeData di Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jaya yang dikutip Kompas menyatakan, angka kasus narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun 2004 naik hingga 39,36 persen jika dibandingkan angka kasus narkoba tahun 2003. Selama tahun 2004 polda telah menangani 4.799 kasus narkoba, atau meningkat 1.338 kasus jika dibandingkan kasus narkoba tahun 2003 yaitu 3.441 kasus (Kompas, 15 Februari 2005). Masalah narkoba ibarat gunung es, dengan semakin banyak perkara narkoba yang ditangani polisi, berarti semakin besar pula tingkat penyalahgunaan narkoba di masyarakat; (2) Pelaku seks bebas. Sedikitnya, 38.288 remaja di Kab. Bandung pernah berhubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas. Jumlah ini berdasarkan hasil polling "Sahabat Anak Remaja (Sahara) Indonesia Foundation" yang terungkap pada seminar dan lokakarya "Kependudukan dan Kualitas Remaja" di Banjaran (Pikiran Rakyat Bandung, 29 Juli 2004). Jumlah remaja di Kab. Bandung sebanyak 765.762, jadi remaja yang melakukan seks bebas antara 38.288 hingga 53.603 orang. "Dari hasil polling juga diketahui, dari 200 remaja yang melakukan seks bebas, 50% atau 100 remaja itu hamil. Ironisnya, sebanyak 90 dari 100 remaja yang hamil itu melakukan aborsi. Keadaan itu sangat memprihatinkan; (3) Penderita HIV/AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS di Jawa Barat meningkat hingga 10,37% dari 848 kasus yang tercatat pada bulan Maret 2004 lalu. Hingga akhir Maret 2004, kasus HIV/AIDS di Indonesia di kalangan pengguna narkoba suntik, yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan, sudah mencapai 548 kasus (HIV) dan 374 kasus (AIDS) di 23 provinsi. Angka tertinggi di DKI Jakarta (43 persen dari total kasus itu), dengan persentase terbesar (65 persen) berusia 20-29 tahun; (4) Tawuran. Tawuran tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta tapi juga di daerah-daerah. Pada tahun 2000, terdapat 197 kasus dengan 28 orang tewas. Pada tahun 2001 terdapat 123 kasus dengan 23 orang tewas; (4) Putus Sekolah. Berdasarkan catatan Komnas HAM Anak, jumlah anak putus sekolah di Indonesia saat ini tercatat 12,7 juta (BKKBN, Juli 2004); (5) Bunuh Diri. Bunuh diri di kalangan anak‑anak karena tak mampu menahan tekanan hidup kini mulai menjadi tren tersendiri, setidaknya sudah muncul di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jakarta. Paling banyak justru karena mereka menghadapi tekanan di sekolahnya, seperti menunggak SPP atau iuran lainnya. Ini tentu terkait dengan kondisi orang tua mereka yang tergolong miskin (Republika, 27 Mei 2004).

Ancaman bahaya tersebut diatas telah berkembang sangat pesat dan telah mengguncang kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, seks bebas, HIV/AIDS, tawuran, putus sekolah dan bunuh diri secara nasional sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan, apabila tidak disikapi secara multi dimensional disinyalir kita akan kehilangan satu generasi bangsa.

Saat ini kita menyaksikan institusi-institusi penopang karakter tak mampu mengimbanginya. Mutu sekolah dan mutu guru yang rendah, pendidikan moral dan keperwiraan yang tak jelas, situasi sosial dan rumah tangga tak mendukung, dan anggaran pendidikan yang sangat kecil. Di Jawa Barat, rata‑rata lama sekolah pada tahun 2002 baru mencapai 7,2 tahun atau rata‑rata kelas 1 SMP, walaupun untuk Bogor, Bandung, Sukabumi, Bekasi dan Cirebon relatif sedikit lebih tinggi (Pikiran Rakyat, 2 Desember 2003). Menurut laporan UNDP tahun 2003, Indonesia berada pada urutan 112 dari 175 negara di dunia dalam mencapai Human Development Index (HDI).

Diakui atau tidak, kemerosotan kondisi generasi muda saat ini adalah hasil dari sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekuler‑materialistik. Bila ada yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan feodal, maka watak sekuler materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai‑nilai trasendental pada semua proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden kurikulum, yang sebenamya berperanan penting dalam penanaman nilai nilai. Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal menghasilkan generasi berdaya.

Sistem pendidikan sekuler materialistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menerapkan kapitalisme sekulerisme yang merupakan akar kemerosotan generasi muda saat ini. Dalam sistem sekuler, aturan‑aturan, pandangan‑pandangan dan nilai‑nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah‑tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai‑nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.



Rahasia Kebangkitan dan Lahirnya Generasi yang Berdaya Menurut Islam

Kejayaan dan dan kehancuran suatu bangsa tergantung kepada kualitas generasi yang mengembannya. Hal mendasar yang sangat menentukan kualitas sebuah generasi adalah pemikirannya. Pemikiran yang maju akan mengantarkan suatu bangsa untuk mencapai keunggulan dan kejayaan, dapat memimpin umat manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia. Pemikiran yang maju adalah pemikiran yang menyeluruh, sempurna dan kokoh serta mampu memberikan pandangan kepada manusia tentang segala hal yang berkaitan dengan tingkah lakunya. Selain itu, pemikiran itupun mampu bersikap dihadapan peristiwa apapun, dan dapat memberikan sistem yang mengatur seluruh hubungan masyarakat tanpa mengabaikan satu aspekpun dengan sistem yang cermat, sinergis dan memuaskan. Artinya, pemikiran itu dapat mewujudkan keteraturan hidup atau pola tingkah laku yang selaras dalam masyarakat serta menjadikannya memiliki gaya tertentu dan warna yang khas. Juga, solusi yang diberikannya tidak saling berbenturan, kaidah-kaidahnya tidak saling kontradiktif dan satu bagian tidak memusnahkan bagian lainnya. Pemikiran seperti itu benar-benar mampu menjadikan kumpulan manusia yang mengembannya dan menerapkan sistemnya sebagai masyarakat kokoh serta kuat yang berjalan menuju kebangkitan. Pemikiran seperti itu mampu untuk mengatur interaksi masyarakat dan membebaskannya dari kegalauan, pertentangan serta benturan internal maupun eksternal.

Fakta terindera dan sejarah –dengan menggunakan pandangan dan berfikir yang jernih- keduanya menetapkan bahwa pemikiran seperti itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya kaidah fikriyah (pemikiran dasar)-nya terlebih dahulu. Kaidah fikriyah itu tidak mungkin menjadi sebuah kaidah kecuali berupa akidah agliyah, yang memberikan konsep pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan serta mengenali manusia dengan ciri pokok dan karakternya. Akidah itu mampu mengenali manusia dengan sifat alami dan tujuan kehidupannya. Dengan demikian akidah tersebut layak untuk dijadikan sebagai azas didirikannya bangunan pemikiran, juga sebagai akidah politis yang terpancar dari sistem kehidupan yang mengatur urusan manusia dan masyarakat serta berjalan bersama dengan pemikiran-pemikiran yang mereka emban dan perasaan-perasaan yang terdapat di tengah-tengah mereka. Akidah yang mereka anut juga menjadi kepemimpinan berfikir yang memberikan jalan mulus bagi mereka menuju kebangkitan. Pemikiran itu disebut sebagai pemikiran idiologis. Pemikiran yang maju dan cemerlang tentunya merupakan produk sistem pendidikan generasi yang tepat yang mampu melahirkan generasi yang berdaya serta unggul dalam berbagai aspek kehidupan, tidak seperti potret buram dari kemerosotan generasi muda kita saat ini.

Islam sebagai idiologi yang sempurna merupakan agama yang tidak saja mengatur kehidupan ritual, tetapi juga memiliki seperangkat aturan dan hukum yang menata seluruh bentuk interaksi antar umat manusia di dunia. Kesempurnaan Islam ini telah terbukti mampu mengubah generasi yang tadinya bodoh menjadi sebuah generasi yang unggul. Bahkan mampu membangun sebuah peradaban manusia yang khas, yang menyinari hampir seluruh bangsa di dunia dan kejayaannya bertahan selama empat belas abad.

Generasi dambaan umat yaitu generasi yang berdaya, cerdas dan peduli terhadap permasalahan bangsanya, dapat didefinisikan sebagai individu‑individu shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman dengan solusi yang diberikan Islam dan menguasai sains dan teknologi. Tantangan perkembangan zaman yang akan dihadapi adalah segala permasalahan umat di setiap bidang kehidupan. Generasi yang berdaya adalah generasi yang peka terhadap permasalahan‑permasalahan yang dihadapi serta mampu memberikan solusi yang tepat berdasarkan sudut pandang aqidah Islam.

Secara rinci gambaran generasi berdaya,cerdas, generasi peduli ummat dalam pandangan Islam ialah sebagai berikut:

Pertama, generasi yang berkepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah)

Sosok generasi yang bersyakhshiyyah Islamiyyah adalah generasi yang memiliki keimanan kuat terhadap aqidah Islam, lalu aqidah Islam tersebut dijadikan sebagai landasan dan standar satu‑satunya dalam berfikir (aqliyah) dan bersikap (nalsiyah). Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan, baik di keluarga, masyarakat maupun Negara ditata dan diselesaikan berdasarkan petunjuk yang datang dari Islam (Aturan Islam).

Generasi yang ber‑syakhshiyyah Islamiyyah memiliki gaya hidup (way of life) yang khas, dimana segala aktivitasnya didasarkan pada aqidah Islam. Tak peduli apakah gaya hidup Islamnya di mata masyarakat kebanyakan dianggap sesuatu yang aneh. Karena mereka sadar bahwa saat ini Islam memang telah menjadi sesuatu yang asing, bahkan bagi umatnya sendiri. Umat Islam telah jauh dari memahami Islam apalagi menerapkannya, kecuali hanya dalam perkara ibadah mahdloh saja. Sementara dalam masalah pakaian, makanan, pergaulan, mu'amalah, hak dan kewajiban dalam keluarga, penataan interaksi di masyarakat dan penataan sistem kenegaraan, masyarakat mengambil sistem hidup kapitalis sekuler dan membuang jauh sistem hidup Islam.

Bagi generasi yang bersyakhshiyyah Islamiyyah, kenyataan yang ada di masyarakat bukanlah parameter mereka dalam berbuat, tetapi aqidah Islamlah yang harus dipegang kuat. Mereka yakin bahwa hanya Islam yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Sehingga ketika mereka melihat kenyataan yang berbeda dan bertentangan dengan aqidah Islam, akan menjadi tantangan bagi mereka untuk mengubahnya. Secara proaktif generasi yang ber‑syakhshiyyah Islam akan terus menerus melakukan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Generasi ber‑syakhshiyyah Islam akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.

Kedua, generasi yang menguasai thaqafah Islamiayah dengan handal

Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara mewajibkannya untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut Al-Ghazali, ilmu dibagi kedalam dua kategori, yaitu: (1) ilmu yang fardlu ‘ain, yaitu wajib dipelajari oleh setiap muslim seperti: ilmu-ilmu thaqafah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide dan hukum-hukum Islam (figh), bahasa Arab, Sirah Nabi, Ulumul Quran, Ulumul Hadits, ushul fikih dll.; (2) Ilmu yang dikategorikan fardu kifayah, biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan keterampilan seperti biologi, fisika, pertanian, kedokteran, teknik dll.

Ketiga, generasi yang menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK).

Menguasai PITEK diperlukan agar umat mampu mencapai kemajuan material hingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan ilmu sebagai fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian muslim apabila ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat seperti kedokteran, kimia, fisika industri penerbangan, biologi, teknik dan lain-lain. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri dari dua hal, yaitu: (1) pengetahuan yang mengembangkan akal manusia sehingga ia dapat menentukan sesuatu tindakan tertentu; (2) pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri.

Allah Swt. Telah memuliakan manusia dengan akalnya. Allah menurunkan Al-Quran dan mengutus Rasulnya dengan membawa Islam agar beliau menuntun akal manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar. Pada sisi yang lain, Islam memicu akal untuk dapat menguasai PITEK karena dorongan dan perintah untuk maju merupakan buah dari keimanan.

Keempat, generasi yang berjiwa pemimpin.

Generasi yang bejiwa pemimpin tampak dari tanggung jawabnya terhadap segala aktivitas dalam kehidupannya. Pemahaman Islam yang mengkristal pada dirinya mendorong untuk siap bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Baik pemimpin bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bahkan umat di seluruh dunia. Mereka mengerti betul bahwa hidupnya sarat dengan amanah, dan kelak harus dipertanggung jawabkan kepada Sang Kholiq, Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

"Dan amir itu adalah pemimpin yang mengurusi urusan umat, dan dia bertanggung jawab dengan segala urusannya". (HR Muslim).

"Sesungguhnyah Allah akan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan". (HR Muslim).



Panduan Islam dalam mengatasi kemerosotan generasi (skala konsepsi hukum dan langkah riil penerapan)

Seseorang yang memahami Islam secara jemih dan mendalam akan menemukan jawaban, bahwa hanya dengan aqidah Islam semua persoalan baik persoalan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan dunia seluruhnya akan dapat diselesaikan dengan baik. Dengan memahami bahwa tujuan hidup manusia adalah semata‑mata untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang Pencipta manusia dan alam semesta, maka sudah selayaknyalah manusia harus mengatur segala aktivitas dan menyelesaikan semua problem hidupnya dengan tuntunan Syariah Allah yang sempurna yaitu Islam. Karena Islam telah menyediakan solusi yang akan menghantarkan pada kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak.

Generasi yang mendapatkan pembinaan untuk mengokohkan aqidah Islam dalam dirinya, akan mampu mengarungi medan kehidupan dengan penuh keberanian. Tidak ada hal yang patut ditakuti kecuali murka Allah. Hidupnya hanya diabdikan kepada Allah, pantang putus asa dan menyerah pada problem atau konflik yang melanda kehidupannya.

Ibnu Sina merupakan contoh karakter generasi berdaya dan cerdas yang merupakan produk pendidikan masa kejayaan khilafah Islam. Di usia sepuluh tahun, Ibnu Sina telah menghapal AI‑Qur’an dengan sempurna, dan di usia 17 tahun dia telah menjadi seorang dokter yang mapan. Dedikasinya terhadap Islam tidak pernah padam. “Jika ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa,memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang telah tertutup bagiku dibukakan dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya, saat malam tiba, aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan menenggelamkan diri dalam bacaan dan tulisan...." (lbnu Sina dalam Hoodbhoy, 1996: 193).

Ibnu Sina bukan satu‑satunya ilmuan besar yang lahir pada masa kejayaan Islam. Menurut catatan para ahli sejarah, selama periode Abasiyyah terdapat lebih dari 500 orang ilmuan besar, termasuk Ibnu Sina yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan ilmu di dunia Barat modern, dimana karya‑karyanya menjadi rujukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Sistem pendidikan Islam memang melahirkan generasi yang berdaya, generasi para ilmuan yang memiliki kearifan tersendiri, generasi yang memadukan antara kemampuan sains disatu pihak dengan tsaqofah Islam dipihak lain, generasi yang ber‑syaksiyyah Islamiah nampak dalam keseharian Ibnu Sina, dan generasi pemimpin yang berlandaskan aqidah Islam. Sistem pendidikan Islam benar‑benar telah melahirkan umat yang terbaik (khoeru ummah), sebagaimana firman Allah:





"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah….(QS.Ali Imran [3]:110).



Umat Islam adalah umat yang terbaik, umat yang menjadi panutan di tengah‑tengah manusia yang lain. Akan tetapi sangat disayangkan, faktanya saat ini umat Islam yang mayoritas ini tidak seperti gambaran masa sejarah kebesaran Islam, sehingga sulit menunjukkan bahwa umat Islam merupakan umat terbaik. Dengan demikian pendidikan generasi menjadi tanggungjawab keluarga, masyarakat dan juga pemerintah (Negara). Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar‑dasar ke‑Islaman ditanamkan. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak dapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat‑kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Rasullullah SAW bersabda:



“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Abu Dawud).

Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk mengatasi kemerosotan generasi sehingga melahirkan generasi yang berdaya, yang akan melahirkan pemimpin dipersiapkan oleh keluarga. Namun pendidikan dan pembinaan keluarga belum cukup melahirkan generasi yang siap pakai, karena pembinaan dilakukan lebih pada pembentukan landasan berfikir dan pembentukan mental. Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah‑masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya.

Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing‑masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan clan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal menjadi hal yang urgen.

Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalarn satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pernerintah sebagail penyelenggara urusan negara bertanggungjawab dalam proses pendidikan generasi.

Selain keluarga dan sekolah, partai mempunyai peran dalam melahirkan seorang generasi pemimpin. Partai politik melakukan hal yang sama ditambah dengan mempertajam kepekaan dan wawasan politik generasi. Mereka diajak untuk melihat fakta-fakta aktual percaturan politik dalam maupun luar negeri dan mengajarkan bagaimana bersikap terhadap fakta‑fakta tersebut, termasuk juga mengajarkan strategi‑strategi yang pernah dan harus dijalankan dalam menghadapi persoalan penanganan urusan masyarakat. Dengan demikian partai politik dan organisasi masyarakat mempunyai tanggungjawab dalam melahirkan calon pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Dan sebenamya Ormas dan Orpol ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar.

“ Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar sebagai penegak keadilan, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.” (TQS. Al-Maidah (5): 8).

Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi berdaya, generasi peduli bangsa, negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi. Hanya negaralah yang mampu membina semua calon ibu agar menjadi ibu pendidik generasi melalui kurikulum-kurikulum sekolah yang mengajarkan bagaimana menjalani peran sebagai ibu yang berdimensi politik yaitu dalam melahirkan generasi berdaya dan cerdas.

Negara akan menerapkan Aturan Islam untuk mengatur interaksi di masyarakat, sehingga hanya aturan Islam yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Negara bertanggungjawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat d1l.

Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan umat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempumakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar‑besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyamn pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.

Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi rakyat dalamn hal pendidikan melalui pengajaran ilmu yang diperlukan individu dalam setiap bidang kehidupan. Karena itu negara wajib membuka dan membangun sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, lengkap dengan segala fasilitas dan sarana yang mendukung proses pendidikan.

Dalam hal kurikulum, negara wajib menjadikan aqidah Islam sebagai landasan untuk menyusun kurikulum pendidikan agar hasilnya benar‑benar selaras dengan tujuan pendidikan Islam yaitu mencetak generasi berdaya, generasi peduli bangsa. Oleh karena itu tidak boleh sekolah mengajarkan materi pelajaran yang bertentangan dengan aqidah Islam, dan juga materi‑materi yang kurang dibutuhkan dalam kehidupan yang akan memperlambat pencapaian tujuan pendidikan.

Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal. Mereka memilki kepribadian Islam yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta cara‑cara yang harus dilakukannya, karena mereka adalah tauladan bagi anak didiknya. Kelemahan sifat pada pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu pada muridnya tetapi ia seorang pendidik dan pembina generasi. Agar para pendidik bersemangat dalam menjalankan tugasnya tentu saja negara harus menjamin kehidupan materi mereka. Ini dapat memberi motivasi lebih pada mereka meski tugas mereka ticlak ditujukan semata untuk memperoleh materi, tetapi merupakan ibadah yang mempunyai nilai tersendiri di sisi Allah SWT. Betapa besar jasa para pendidik yang hingga ada ungkapan: "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Tentu saja pengabdian mereka harus mendapat penghargaan, dan ini merupakan tanggung jawab negara.







Upaya yang harus ditempuh saat ini termasuk oleh insan kampus untuk mengatasi persoalan kemerosotan generasi

Insan kampus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat yang selayaknya berada pada posisi terdepan ke arah perubahan yang lebih baik atau disebut juga sebagai agent of change. Seyogyanyalah insan kampus turut serta dalam mengatasi persoalan kemerosotan generasi yang sedang berlangsung dengan memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya.

Kampus merupakan tempat berkumpulnya manusia-manusia intelek yang sekaligus bisa membentuk jaringan intelektual yang berdaya. Jaringan intelekutal ini akan semakin berdaya bila diperkuat oleh kemampuan akses informasi melalui teknologi informasi dan telekomunikasi yang memadai. Dengan ini maka pantas kiranya kalau keberadaan insan kampus mempunyai legitimasi sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat umum, kebijakan pemerintah dan pemberitaan media massa.

Sungguh tidak ada tempat dan waktu bagi insan kampus untuk berdiam diri dalam suasana berlangsungnya proses kemerosotan generasi ini, karena merekalah sesungguhnya yang memiliki daya dan potensi yang akan mampu merubah arah proses menjadi suatu kebangkitan. Jika daya dan upaya yang telah dilakukan selama ini belum mampu menghasilkan perubahan menuju perbaikan, berarti masih diperlukan daya dan upaya yang lebih besar lagi untuk mereduksi kemerosotan, menghentikannya dan selanjutnya mencapai kebangkitan.

Mahasiswa juga insan kampus. Mereka adalah subjek sekaligus objek perubahan. Proses pendidikan di kampus diharapkan mampu menggodok para mahasiswa menjadi para sarjana yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dalam hal ini mereka menjadi objek perubahan. Sementara itu sebagai anggota masyarakat mereka diharapkan menjadi agen perubahan yang mampu membawa kebangkitan.

Insan kampus seperti halnya mahasiswa tidak boleh larut dalam arus kemerosotan yang sedang berlangsung. Mereka harus mampu membebaskan diri dari kemerosotan dan pengaruh-pengaruhnya. Walhasil, tidak boleh ada mahasiswa yang terlibat dalam pergaulan bebas, narkoba dan perkelahian. Jika masih ada maka dengan penuh kesadaran kondisi ini harus diatasi terlebih dahulu. Selanjutnya, insan kampus yang bardaya dan terlindung dari kemerosotan perlu melakukan sinergi dengan kekuatan-kekutan lainnya yang juga bertujuan untuk mencapai kebangkitan. Dengan cara inilah proses kemerosotan generasi dapat dibalik arahnya menjadi kebangkitan yang hakiki.

Dari uraian singkat ini dapat ditarik kesimpulan sementara tentang upaya yang harus ditempuh oleh insan kampus dalam mengatasi kemerosotan generasi adalah terbebas dari kemerosotan dan dampak-dampaknya dan bersinergi dengan kekuatan lain yang bertujuan untuk meraih kebangkitan yang hakiki.

1.Upaya membebaskan diri dari kemerosotan generasi dan dampak-dampaknya.
Kemerosotan generasi di Indonesia ditandai dengan meningkatnya kasus penggunaan narkoba, seks bebas, perkelahian, angka putus sekolah dan lain-lain. Dari data yang ada diketahui bahwa insan kampus juga terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Kasus seperti narkoba dan seks bebas adalah penyakit masyarakat yang tidak hanya melanda mahasiswa, di dalamnya bisa saja ada orang tua, pejabat dosen dan lainnya. Oleh sebab itu solusi satu-satunya adalah sistem dan kontrol kuat dan efektif.

Kami menawarkan sistem Islam dan kontrol masyarakat islami untuk ini. Kenapa sistem islam? Karena sungguh di dalam Islam telah tersedia solusi tuntas sebagai upaya yang manusiawi untuk mengatasi segala bentuk penyakit masyarakat.

1.Sinergi dan kebangkitan yang hakiki
Di dalam suasana dimana Islam belum diterapkan secara utuh seperti sekarang ini tentu solusi tuntas yang diharapkan sulit dicapai. Sebagai solusi sementara yang hanya dapat dijadikan upaya sementara pula untuk mereduksi laju kemerosotan generasi adalah sinergi daya upaya dari setiap gerakan yang sama-sama bertujuan untuk menghentikan kemerosotan yang sedang berlangsung. Dengan segala potensi yang dimiliki, insan kampus dapat mengambil banyak peran seperti sebagai motivator, motor, koordinator dan lain sebagainya.

Kebangkitan yang hakiki hanya dapat diraih dengan penerapan aturan Islam. Aturan islam hanya dapat diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam. Semua masalah kehidupan yang dihadapi manusia dapat diselesaikan dengan penerapan aturan islam yang utuh, bukan dengan menerapkan aturan lainnya yang ditambal dengan aturan islam dan tidak pula dengan penerapan aturan islam yang ditambal dengan aturan lainnya. Permasalahan kemerosotan generasi yang terjadi saat ini bila dilihat dari perspektif islam adalah akibat dari penerapan aturan yang tidak Islam. Walhasil, kemerosotan generasi seperti yang di alami Indonesia sekarang ini tidak akan terjadi jika di negeri ini diterapkan aturan islam. Islam tidak hanya mampu mengeluarkan bangsa ini dari kemerosotan generasi, lebih dari itu islam mampu menghadirkan kebangkitan bagi semua bangsa yang menerapkan aturan islam secara utuh.

Penerapan aturan Islam tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia.

'Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (OS. Al‑Anbiya [21]., 107).

Karakter Islam yang demikian itulah yang mendorong umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam demi tegaknya aturan Islam di muka bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi juga masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi Islam. Generasi yang tidak hanya mementingkan kesenangan hidup di dunia dengan mengejar materi, bermain‑main dan berhura‑hura (gaya hidup materialistik hedonistik). Tetapi sebuah generasi yang serius dan sungguh‑sungguh dalam memperjuangkan tegaknya Aturan Islam hingga menyinari seluruh alam. Generasi yang memberikan keteladanan dan mengajak umat manusia untuk mengambil jalan Islam.

Oleh karena itu, penyelesaian problem kemerosotan generasi yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan yang sekuler menjadi paradigma Islam. Dan ini hanya mungkin dilakukan pada skala kebijakan oleh pemerintah bukan skala individu ataupun kelompok. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan faktor keluarga, masyarakat/kampus diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam. Wallahu alamu bis showab.

0 komentar:

Posting Komentar