PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……… TAHUN………
TENTANG
PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa Pembukaan Undang-undang Dasar Negera Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial;
b. bahwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
dimaksud pada butir a diperlukan pendidikan nasional yang
bermutu, memiliki wawasan keunggulan, merata, dan efisien, yang
mampu mewujudkan bangsa yang beriman, bertakwa, berahlak
mulia, mandiri, kreatif, inovatif, bekerja keras, berperasaan halus,
sensitif terhadap keindahan dan harmoni, serta sehat jasmani dan
rohani, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global;
c. bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, demokratis, berkeadilan dan
tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asazi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kondisi alam, kondisi sosial, kondisi
ekonomi, dan kemajemukan bangsa;
d. bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud pada butir a, b, dan c
diperlukan sistem pendidikan nasional, dan;
e. bahwa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor
78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah;
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagai
Daerah Otonom;
MEMUTUSKAN
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDIDIKAN
KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. Peserta didik berkelainan adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, dan/atau sosial.
4. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki potensi di atas rata-rata dalam bidang kemampuan umum, akademik khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni, dan/atau olahraga.
5. Peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang adalah peserta didik yang bertempat tinggal di daerah yang secara geografis terletak jauh dari jangkauan pelayanan pendidikan formal maupun nonformal.
6. Peserta didik pada masyarakat adat terpencil adalah peserta didik yang bertempat tinggal di dalam lingkungan masyarakat yang secara geografis, sosial, dan kultural terpisah dari komunitas masyarakat pada umumnya karena ikatan adat tertentu.
7. Peserta didik yang terkena bencana alam adalah peserta didik yang tidak dapat mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana alam dalam kurun waktu tertentu.
8. Peserta didik yang terkena bencana sosial adalah peserta didik yang tidak dapat mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana sosial dalam kurun waktu tertentu.
9. Peserta didik yang tidak mampu dari segi ekonomi adalah peserta didik dari lingkungan keluarga yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata secara ekonomi.
10. Satuan pendidikan khusus adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
11. Pendidikan terpadu adalah pendidikan yang memberi kesempatan bagi peserta didik berkelainan belajar bersama-sama dengan peserta didik pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dengan menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
12. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberi kesempatan bagi peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama-sama dengan peserta didik pada satuan pendidikan umum atau satuan pendidikan kejuruan dengan menggunakan kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
13. Evaluasi pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur kinerja institusi pendidikan termasuk pengelola pendidikan, program pendidikan, atau satuan pendidikan, pada setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan, yang bisa dimanfaatkan untuk pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan, sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
14. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian prestasi belajar peserta didik.
15. Kurikulum berdiferensiasi adalah standar nasional kurikulum yang dimodifikasi sesuai karakteristik peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
16. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu atau wali peserta didik yang bersangkutan.
17. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
18. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota.
19. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
PESERTA DIDIK YANG MEMERLUKAN PENDIDIKAN KHUSUS
DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Pasal 2
Peserta didik yang memerlukan pendidikan khusus meliputi:
a. peserta didik berkelainan,
b. peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 3
Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus meliputi:
a. peserta didik di daerah terpencil dan/atau terbelakang;
b. peserta didik pada masyarakat adat yang terpencil;
c. peserta didik yang berada di daerah yang mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial;
d. peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi.
BAB III
PENDIDIKAN KHUSUS BAGI PESERTA DIDIK BERKELAINAN
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 4
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 5
(1) Peserta didik berkelainan terdiri atas kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, dan/atau sosial.
(2) Peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tunanetra atau kelainan penglihatan;
b. tunarungu atau kelainan pendengaran;
c. tunawicara atau kelainan bicara;
d. tunagrahita atau kelainan kecerdasan/intelektual;
e. tunadaksa atau kelainan fisik dan/atau motorik;
f. tunalaras atau kelainan emosi dan/atau perilaku;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autistik;
j. gangguan penyakit kronis; dan
k. korban penyalahgunaan narkoba dan/atau psikotropika.
(3) Peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga berwujud gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis kelainan di atas yang disebut tunaganda.
Pasal 6
Peserta didik berkelainan mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kecepatan belajar, serta kebutuhan khususnya;
c. memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
d. memperoleh kemudahan menggunakan sarana dan prasarana fisik dan non fisik sesuai dengan jenis kelainan peserta didik untuk menunjang kelancaran proses pendidikan;
e. pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
f. mengikuti program pendidikan terpadu dan pendidikan inklusif sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
g. menyelesaikan program pendidikan lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan;
h. mengikuti pendidikan di luar batas usia yang berlaku bagi peserta didik biasa;
i. memperoleh jaminan hukum yang sama seperti anak pada umumnya.
Pasal 7
Dalam rangka menjaga norma-norma pendidikan, melalui bimbingan, keteladanan, dan pembiasaan, setiap peserta didik berkelainan berkewajiban :
a. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya.
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban itu.
c. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
d. menghormati guru dan tenaga kependidikan lainnya.
e. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, norma, dan peraturan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Jalur, Jenjang, dan Satuan Pendidikan
Pasal 8
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan melalui jalur formal dan nonformal.
(2) Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui jalur formal dapat berbentuk satuan pendidikan khusus dan/atau program pendidikan terpadu dan/atau program pendidikan inklusif pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(3) Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui jalur nonformal dapat berbentuk pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pasal 9
(1) Jenjang pendidikan khusus terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
(2) Sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan pendidikan khusus bagi anak usia dini berkelainan yang berbentuk Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 10
(1) Satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas :
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
b. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
(2) Satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
(3) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat menggunakan sistem unit.
Pasal 11
(1) Pendidikan khusus anak usia dini bertujuan membantu dan memacu pertumbuhan, pembentukan, dan perkembangan fisik, sosial, bahasa, daya cipta, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian serta potensi diri sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan serta kebutuhan khusus anak.
(2) Pendidikan khusus anak usia dini, dapat berbentuk Taman Intervensi Dini, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB).
(3) Taman Intervensi Dini, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
Pasal 12
(1) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(3) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) terdiri atas enam tingkat.
Pasal 13
(1) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dapat menyelenggarakan program umum dan/atau program keterampilan.
(2) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Program Umum bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(3) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Program Keterampilan bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup mandiri dan/atau melanjutkan ke SMALB.
(4) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(5) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) terdiri atas tiga tingkat.
(6) Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) peserta didik harus telah lulus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Pasal 14
(1) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup mandiri di masyarakat.
(2) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(3) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) terdiri atas tiga tingkat.
(4) Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) peserta didik harus telah lulus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dapat dilaksanakan dalam bentuk Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif.
(2) Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidikan melalui sistem persekolahan biasa dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikannya.
(3) Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif dapat diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
(4) Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif dapat melibatkan satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan sesuai dengan kemampuan satuan pendidikan.
Bagian Keempat
Syarat dan Tata Cara Pendirian
Pasal 16
(1) Pendirian satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau masyarakat setelah memperoleh ijin dari Pemerintah Provinsi.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh ijin pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. memiliki pengelola yang bertanggung jawab dalam pengelolaan program pendidikan khusus;
b. tersedia sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran;
c. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan khusus sesuai dengan standar nasional pendidikan;
d. memiliki kurikulum yang mengacu pada standar nasional pendidikan;
e. memiliki sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan khusus;
(3) Persyaratan penyelenggaraan Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif diatur oleh Pemerintah Daerah.
(4) Syarat pendirian satuan pendidikan khusus ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Kelima
Kurikulum dan Silabus
Pasal 17
Isi kurikulum dan silabus pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dan bentuk lain yang sederajat mengacu kurikulum dan silabus Taman Kanak-kanak dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik yang bersangkutan berkelainan.
Pasal 18
(1) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan khusus sesuai dengan satuan pendidikan.
(2) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Dasar dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
(3) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) program umum mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
(4) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) program keterampilam mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan serta memprioritaskan program pendidikan keterampilan.
(5) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Atas dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan serta memprioritaskan program pendidikan keterampilan.
Pasal 19
(1) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan terpadu menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang bersangkutan.
(2) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
Bagian Keenam
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 20
(1) Pendidik pada satuan pendidikan khusus harus memenuhi kualifikasi sebagai pendidik pendidikan khusus.
(2) Pendidik pada TKLB dan SDLB sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran, dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(3) Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup guru pendidikan agama, guru pendidikan jasmani, dan guru program khusus.
(4) Pendidik pada SMPLB dan SMALB sekurang-kurangnya terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(5) Satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang menyelenggarakan Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif menyediakan pendidik pendidikan khusus.
(6) Kualifikasi minimum untuk guru pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa dan/atau Sekolah Dasar Luar Biasa adalah lulusan S1 LPTK PKh atau Bimbingan Konseling atau Psikologi.
(7) Kualifikasi minimum untuk guru pada Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa dan/atau Sekolah Menengah Atas Luar Biasa adalah lulusan S1 LPTK PKh dan/atau lulusan S1 program studi tertentu dari LPTK.
(8) Kualifikasi minimum guru pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan penyelenggara Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif adalah lulusan S1 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan program studi Pendidikan Khusus (LPTK PKh).
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi, pengangkatan, penempatan, penyebaran, promosi, dan penghargaan pendidik pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai dengan (8) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Pasal 21
(1) Tenaga kependidikan pada TKLB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TKLB dan tenaga kebersihan TKLB.
(2) Tenaga kependidikan pada SDLB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga ahli yang relevan, dan tenaga kebersihan sekolah.
(3) Tenaga kependidikan pada SMPLB dan SMALB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga ahli yang relevan, dan tenaga kebersihan sekolah.
(4) Pemerintah Provinsi melakukan koordinasi atas pengembangan tenaga kependidikan khusus.
Bagian Ketujuh
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 22
(1) Penyelenggara satuan pendidikan khusus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memadai dan menjamin kelancaran program pendidikan khusus.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
(4) Sarana dan prasarana pendidikan khusus harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Pendidikan.
Bagian Kedelapan
Pengelolaan
Pasal 23
(1) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip kemandirian dan manajemen berbasis sekolah.
(2) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang meliputi komponen:
a. kurikulum;
b. proses dan hasil pembelajaran;
c. administrasi dan manajemen satuan pendidikan;
d. organisasi kelembagaan satuan pendidikan;
e. sarana dan prasarana;
f. ketenagaan;
g. pembiayaan;
h. peserta didik;
i. peran serta masyarakat;
j. lingkungan/budaya sekolah; dan
k. rehabilitasi sosial, edukatif, dan medis;
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh sekolah dengan memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh kepala sekolah kepada masyarakat melalui komite sekolah.
(5) Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) di bidang keuangan, komite sekolah dapat menunjuk akuntan publik atas beban pembiayaan sekolah.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesembilan
Pendanaan
Pasal 24
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diperoleh dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesepuluh
Evaluasi
Pasal 25
(1) Evaluasi pendidikan mencakup kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap komponen pendidikan khusus sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(2) Evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan yang disesuaikan dengan ciri khas pendidikan khusus.
Pasal 26
(1) Penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan khusus mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum.
(2) Satuan pendidikan khusus dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus bagi peserta didik yang tidak memungkinkan mengikuti sistem penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan umum.
(3) Peserta didik yang telah lulus pada satuan pendidikan khusus diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Pasal 27
(1) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang mengikuti program Pendidikan Terpadu mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(2) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang mengikuti program Pendidikan Inklusif mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan peserta didik yang bersangkutan.
Bagian Kesebelas
Pengawasan
Pasal 28
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan khusus.
(2) Kententuan mengenai pengawasan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Keduabelas
Akreditasi
Pasal 29
(1) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilakukan untuk menentukan kelayakan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan sebagai umpan balik pembinaan pendidikan khusus.
(2) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilakukan oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah (BAP-S) atau oleh lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Ketigabelas
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Bagi Peserta Didik Berkelainan
oleh Lembaga Asing
Pasal 30
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kententuan mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus oleh lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
BAB IV
PENDIDIKAN KHUSUS BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI
POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 31
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 32
(1) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki potensi di atas rata-rata dalam bidang:
a. kemampuan umum;
b. akademik khusus;
c. kreativitas;
d. kepemimpinan;
e. seni; dan/atau
f. olahraga.
(2) Untuk menetapkan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan penilaian oleh tenaga ahli yang relevan.
Pasal 33
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kebutuhan khususnya;
c. memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
d. pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
e. menyelesaikan program pendidikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan;
f. mengikuti program pendidikan inklusif sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
g. mengikuti pendidikan di luar ketentuan batas usia yang berlaku bagi peserta didik biasa.
Pasal 34
Dalam rangka menjaga norma-norma pendidikan, melalui bimbingan, keteladanan, dan pembiasaan, setiap peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berkewajiban :
a. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban itu.
c. menghormati guru dan tenaga kependidikan lainnya;
d. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;
e. mengupayakan pengembangan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang dimilikinya;
f. mengembangkan wawasan keunggulan;
g. memelihara kerukunan, kedamaian, dan harmoni sosial di antara teman;
h. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama;
i. mencintai lingkungan, bangsa, dan negara; dan
j. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
Bagian Ketiga
Satuan, Program , dan Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 35
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat berupa:
a. program percepatan;
b. program pengayaan;
c. gabungan program percepatan dan program pengayaan.
(3) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. kelas biasa (kelas inklusif);
b. kelas khusus;
c. satuan pendidikan khusus.
Bagian Keempat
Syarat dan Tata Cara Pendirian dan Penyelenggaraan
Pasal 36
(1) Pendirian satuan pendidikan khusus dan/atau kelas khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terdapat peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam jumlah yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
b. menggunakan kurikulum berdiferensiasi;
c. tersedia pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
d. tersedia sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
e. tersedia sumber dana tetap yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan pendidikan dan tidak merugikan peserta didik;
f. mendapatkan persetujuan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
(2) Tata cara pendirian satuan pendidikan khusus dan/atau kelas khusus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kelima
Kurikulum
Pasal 37
(1) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah kurikulum berdiferensiasi.
(2) Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus mengembangkan kurikulum berdiferensiasi.
(3) Kurikulum berdiferensiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan sesuai dengan program dan bentuk penyelenggaraan pendidikan khusus yang diterapkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 38
(1) Satuan pendidikan SD/MI atau bentuk lain yang sederajat yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan guru pendidikan khusus selain guru kelas dan/atau guru mata pelajaran.
(2) Satuan pendidikan SMP/MTS atau bentuk lain yang sederajat, dan SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan guru pendidikan khusus selain guru mata pelajaran.
(3) Kualifikasi minimum guru pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah S1 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) program studi Pendidikan Khusus (PKh), S1 LPTK program studi Bimbingan dan Konseling, atau S1 program studi Psikologi.
(4) Kualifikasi minimum guru kelas dan/atau guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lulusan S1 LPTK program studi yang sesuai.
(5) Kualifikasi minimum guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah lulusan S1 LPTK program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Ketujuh
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 39
(1) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan prosedur operasi standar dan menjamin kelancaran program.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan khusus.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kedelapan
Pengelolaan
Pasal 40
(1) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilaksanakan berdasarkan prosedur operasi standar dengan prinsip kemandirian dan manajemen berbasis sekolah.
(2) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang meliputi komponen:
a. identifikasi dan seleksi peserta didik;
b. kurikulum berdeferensiasi;
c. proses dan hasil pembelajaran;
d. administrasi dan manajemen satuan pendidikan;
e. organisasi kelembagaan satuan pendidikan;
f. sarana dan prasarana;
g. ketenagaan;
h. pembiayaan;
i. peran serta masyarakat; dan
j. lingkungan/budaya sekolah; dan
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh sekolah dengan memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh kepala sekolah kepada masyarakat melalui komite sekolah.
(5) Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) di bidang keuangan, komite sekolah dapat menunjuk akuntan publik atas beban pembiayaan sekolah.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesembilan
Pendanaan
Pasal 41
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diperoleh dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pengaturan tentang pendanaan pendidikan, biaya operasi satuan pendidikan, dan biaya pendidikan diatur dalam ketentuan tersendiri.
(3) Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesepuluh
Evaluasi
Pasal 42
(1) Evaluasi Pendidikan mencakup kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap komponen pendidikan khusus sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(2) Evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan yang disesuaikan dengan ciri khas pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 43
(1) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(2) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang tidak memungkinkan mengikuti sistem penilaian sesuai dengan ketentuan pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan, satuan pendidikan khusus dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus.
(3) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang telah lulus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan khusus diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Bagian Kesebelas
Pengawasan
Pasal 44
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Kententuan mengenai pengawasan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Keduabelas
Akreditasi
Pasal 45
(1) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilakukan untuk menentukan kelayakan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
(2) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilakukan oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah (BAP-S) atau oleh lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Ketigabelas
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa oleh Lembaga Asing
Pasal 46
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang berlaku.
(2) Kententuan mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus oleh lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
BAB V
PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 47
Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 48
(1) Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus terdiri atas peserta didik yang mengalami kesulitan mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan karena tinggal di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(2) Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan jaminan kelangsungan pendidikan;
c. mendapatkan perlindungan hukum;
d. mendapatkan jaminan keamanan;
e. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan jenis dan tingkat kebutuhan khususnya;
f. memperoleh bantuan fasilitas belajar, atau bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota serta masyarakat
g. memperoleh kemudahan dari pihak terkait untuk menggunakan sarana dan prasarana fisik dan non fisik untuk menunjang kelancaran pembelajaran;
h. pindah ke sekolah yang sederajat atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
i. mengikuti program pendidikan layanan khusus sesuai dengan kondisi dan situasi setemapat
j. menyelesaikan program pendidikan layanan khusus lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan; dan
k. mengikuti jadwal kegiatan pendidikan layanan khusus.
Pasal 49
Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus mempunyai kewajiban:
a. mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.
b. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, serta keamanan lingkungan penyelenggaraan program pendidikan layanan khusus.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 50
(1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan nonformal.
(2) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal dapat berbentuk:
a. Sekolah atau madrasah kecil;
b. Sekolah atau madrasah terbuka;
c. Sekolah atau madrasah darurat;
d. Sekolah atau madrasah dengan tugas belajar khusus; dan/atau
e. Bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
(3) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan nonformal dapat berbentuk pendidikan kecakapan hidup, pendidikan olahraga dan seni, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, pesantren, trauma konseling, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(5) Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus.
Bagian Keempat
Kurikulum
Pasal 51
Kurikulum yang digunakan pada pendidikan layanan khusus mengacu kepada standar nasional kurikulum yang disesuaikan dengan jenis dan satuan pendidikan, serta kondisi dan situasi setempat.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 52
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan layanan khusus merupakan pendidik dan tenaga kependidikan yang disiapkan secara khusus untuk melayani pendidikan layanan khusus.
(2) Ketentuan mengenai pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 53
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan layanan khusus yang disesuaikan dengan kondisi setempat melalui kelompok kerja atau satuan tugas.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Ketujuh
Pendanaan
Pasal 54
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan layanan khusus.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kedelapan
Evaluasi Penilaian Hasil Belajar
Pasal 55
(1) Penilaian hasil belajar peserta didik pendidikan layanan khusus mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dan/atau satuan pendidikan non formal, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
(2) Peserta didik yang tidak memungkinkan dapat mengikuti sistem penilaian sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dan/atau satuan pendidikan non formal, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus.
(3) Peserta didik yang telah lulus pada satuan pendidikan tertentu diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Bagian Kesembilan
Pengawasan
Pasal 56
(1) Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
(2) Pengawasan dilakukan oleh pendidik, kepala satuan pendidikan, kelompok kerja atau satuan tugas dan pengawas satuan pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Pemerintah Daerah mensupervisi dan membantu penjaminan mutu satuan pendidikan layanan khusus.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Semua ketentuan yang mengatur pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yang ada pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ..........
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……… TAHUN………
TENTANG
PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa Pembukaan Undang-undang Dasar Negera Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial;
b. bahwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
dimaksud pada butir a diperlukan pendidikan nasional yang
bermutu, memiliki wawasan keunggulan, merata, dan efisien, yang
mampu mewujudkan bangsa yang beriman, bertakwa, berahlak
mulia, mandiri, kreatif, inovatif, bekerja keras, berperasaan halus,
sensitif terhadap keindahan dan harmoni, serta sehat jasmani dan
rohani, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global;
c. bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, demokratis, berkeadilan dan
tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asazi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kondisi alam, kondisi sosial, kondisi
ekonomi, dan kemajemukan bangsa;
d. bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud pada butir a, b, dan c
diperlukan sistem pendidikan nasional, dan;
e. bahwa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor
78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah;
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagai
Daerah Otonom;
MEMUTUSKAN
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDIDIKAN
KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. Peserta didik berkelainan adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, dan/atau sosial.
4. Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki potensi di atas rata-rata dalam bidang kemampuan umum, akademik khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni, dan/atau olahraga.
5. Peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang adalah peserta didik yang bertempat tinggal di daerah yang secara geografis terletak jauh dari jangkauan pelayanan pendidikan formal maupun nonformal.
6. Peserta didik pada masyarakat adat terpencil adalah peserta didik yang bertempat tinggal di dalam lingkungan masyarakat yang secara geografis, sosial, dan kultural terpisah dari komunitas masyarakat pada umumnya karena ikatan adat tertentu.
7. Peserta didik yang terkena bencana alam adalah peserta didik yang tidak dapat mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana alam dalam kurun waktu tertentu.
8. Peserta didik yang terkena bencana sosial adalah peserta didik yang tidak dapat mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana sosial dalam kurun waktu tertentu.
9. Peserta didik yang tidak mampu dari segi ekonomi adalah peserta didik dari lingkungan keluarga yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata secara ekonomi.
10. Satuan pendidikan khusus adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
11. Pendidikan terpadu adalah pendidikan yang memberi kesempatan bagi peserta didik berkelainan belajar bersama-sama dengan peserta didik pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dengan menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
12. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberi kesempatan bagi peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama-sama dengan peserta didik pada satuan pendidikan umum atau satuan pendidikan kejuruan dengan menggunakan kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
13. Evaluasi pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur kinerja institusi pendidikan termasuk pengelola pendidikan, program pendidikan, atau satuan pendidikan, pada setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan, yang bisa dimanfaatkan untuk pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan, sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
14. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian prestasi belajar peserta didik.
15. Kurikulum berdiferensiasi adalah standar nasional kurikulum yang dimodifikasi sesuai karakteristik peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
16. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu atau wali peserta didik yang bersangkutan.
17. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
18. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota.
19. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
PESERTA DIDIK YANG MEMERLUKAN PENDIDIKAN KHUSUS
DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Pasal 2
Peserta didik yang memerlukan pendidikan khusus meliputi:
a. peserta didik berkelainan,
b. peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 3
Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus meliputi:
a. peserta didik di daerah terpencil dan/atau terbelakang;
b. peserta didik pada masyarakat adat yang terpencil;
c. peserta didik yang berada di daerah yang mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial;
d. peserta didik yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi.
BAB III
PENDIDIKAN KHUSUS BAGI PESERTA DIDIK BERKELAINAN
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 4
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 5
(1) Peserta didik berkelainan terdiri atas kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, dan/atau sosial.
(2) Peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tunanetra atau kelainan penglihatan;
b. tunarungu atau kelainan pendengaran;
c. tunawicara atau kelainan bicara;
d. tunagrahita atau kelainan kecerdasan/intelektual;
e. tunadaksa atau kelainan fisik dan/atau motorik;
f. tunalaras atau kelainan emosi dan/atau perilaku;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autistik;
j. gangguan penyakit kronis; dan
k. korban penyalahgunaan narkoba dan/atau psikotropika.
(3) Peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga berwujud gabungan dari dua atau lebih jenis-jenis kelainan di atas yang disebut tunaganda.
Pasal 6
Peserta didik berkelainan mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kecepatan belajar, serta kebutuhan khususnya;
c. memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
d. memperoleh kemudahan menggunakan sarana dan prasarana fisik dan non fisik sesuai dengan jenis kelainan peserta didik untuk menunjang kelancaran proses pendidikan;
e. pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
f. mengikuti program pendidikan terpadu dan pendidikan inklusif sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
g. menyelesaikan program pendidikan lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan;
h. mengikuti pendidikan di luar batas usia yang berlaku bagi peserta didik biasa;
i. memperoleh jaminan hukum yang sama seperti anak pada umumnya.
Pasal 7
Dalam rangka menjaga norma-norma pendidikan, melalui bimbingan, keteladanan, dan pembiasaan, setiap peserta didik berkelainan berkewajiban :
a. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya.
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban itu.
c. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
d. menghormati guru dan tenaga kependidikan lainnya.
e. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, norma, dan peraturan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Jalur, Jenjang, dan Satuan Pendidikan
Pasal 8
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan melalui jalur formal dan nonformal.
(2) Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui jalur formal dapat berbentuk satuan pendidikan khusus dan/atau program pendidikan terpadu dan/atau program pendidikan inklusif pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(3) Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui jalur nonformal dapat berbentuk pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pasal 9
(1) Jenjang pendidikan khusus terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
(2) Sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat diselenggarakan pendidikan khusus bagi anak usia dini berkelainan yang berbentuk Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 10
(1) Satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas :
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
b. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
(2) Satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)
(3) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat menggunakan sistem unit.
Pasal 11
(1) Pendidikan khusus anak usia dini bertujuan membantu dan memacu pertumbuhan, pembentukan, dan perkembangan fisik, sosial, bahasa, daya cipta, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian serta potensi diri sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan serta kebutuhan khusus anak.
(2) Pendidikan khusus anak usia dini, dapat berbentuk Taman Intervensi Dini, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB).
(3) Taman Intervensi Dini, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
Pasal 12
(1) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(3) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) terdiri atas enam tingkat.
Pasal 13
(1) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dapat menyelenggarakan program umum dan/atau program keterampilan.
(2) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Program Umum bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(3) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Program Keterampilan bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup mandiri dan/atau melanjutkan ke SMALB.
(4) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(5) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) terdiri atas tiga tingkat.
(6) Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) peserta didik harus telah lulus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Pasal 14
(1) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) bertujuan untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup mandiri di masyarakat.
(2) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan.
(3) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) terdiri atas tiga tingkat.
(4) Untuk dapat diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) peserta didik harus telah lulus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dapat dilaksanakan dalam bentuk Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif.
(2) Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik berkelainan untuk mengikuti pendidikan melalui sistem persekolahan biasa dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikannya.
(3) Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif dapat diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
(4) Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif dapat melibatkan satu atau beberapa jenis peserta didik berkelainan sesuai dengan kemampuan satuan pendidikan.
Bagian Keempat
Syarat dan Tata Cara Pendirian
Pasal 16
(1) Pendirian satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau masyarakat setelah memperoleh ijin dari Pemerintah Provinsi.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh ijin pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. memiliki pengelola yang bertanggung jawab dalam pengelolaan program pendidikan khusus;
b. tersedia sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran;
c. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan khusus sesuai dengan standar nasional pendidikan;
d. memiliki kurikulum yang mengacu pada standar nasional pendidikan;
e. memiliki sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan khusus;
(3) Persyaratan penyelenggaraan Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif diatur oleh Pemerintah Daerah.
(4) Syarat pendirian satuan pendidikan khusus ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Kelima
Kurikulum dan Silabus
Pasal 17
Isi kurikulum dan silabus pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dan bentuk lain yang sederajat mengacu kurikulum dan silabus Taman Kanak-kanak dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik yang bersangkutan berkelainan.
Pasal 18
(1) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan khusus sesuai dengan satuan pendidikan.
(2) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Dasar dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
(3) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) program umum mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
(4) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) program keterampilam mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Pertama dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan serta memprioritaskan program pendidikan keterampilan.
(5) Isi kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) mengacu kurikulum dan silabus Sekolah Menengah Atas dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan serta memprioritaskan program pendidikan keterampilan.
Pasal 19
(1) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan terpadu menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang bersangkutan.
(2) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan.
Bagian Keenam
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 20
(1) Pendidik pada satuan pendidikan khusus harus memenuhi kualifikasi sebagai pendidik pendidikan khusus.
(2) Pendidik pada TKLB dan SDLB sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran, dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(3) Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup guru pendidikan agama, guru pendidikan jasmani, dan guru program khusus.
(4) Pendidik pada SMPLB dan SMALB sekurang-kurangnya terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
(5) Satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan yang menyelenggarakan Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif menyediakan pendidik pendidikan khusus.
(6) Kualifikasi minimum untuk guru pada Taman Kanak-kanak Luar Biasa dan/atau Sekolah Dasar Luar Biasa adalah lulusan S1 LPTK PKh atau Bimbingan Konseling atau Psikologi.
(7) Kualifikasi minimum untuk guru pada Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa dan/atau Sekolah Menengah Atas Luar Biasa adalah lulusan S1 LPTK PKh dan/atau lulusan S1 program studi tertentu dari LPTK.
(8) Kualifikasi minimum guru pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan penyelenggara Pendidikan Terpadu dan/atau Pendidikan Inklusif adalah lulusan S1 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan program studi Pendidikan Khusus (LPTK PKh).
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi, pengangkatan, penempatan, penyebaran, promosi, dan penghargaan pendidik pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai dengan (8) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Pasal 21
(1) Tenaga kependidikan pada TKLB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TKLB dan tenaga kebersihan TKLB.
(2) Tenaga kependidikan pada SDLB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga ahli yang relevan, dan tenaga kebersihan sekolah.
(3) Tenaga kependidikan pada SMPLB dan SMALB sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga ahli yang relevan, dan tenaga kebersihan sekolah.
(4) Pemerintah Provinsi melakukan koordinasi atas pengembangan tenaga kependidikan khusus.
Bagian Ketujuh
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 22
(1) Penyelenggara satuan pendidikan khusus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan khusus yang memadai dan menjamin kelancaran program pendidikan khusus.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
(4) Sarana dan prasarana pendidikan khusus harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Pendidikan.
Bagian Kedelapan
Pengelolaan
Pasal 23
(1) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip kemandirian dan manajemen berbasis sekolah.
(2) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang meliputi komponen:
a. kurikulum;
b. proses dan hasil pembelajaran;
c. administrasi dan manajemen satuan pendidikan;
d. organisasi kelembagaan satuan pendidikan;
e. sarana dan prasarana;
f. ketenagaan;
g. pembiayaan;
h. peserta didik;
i. peran serta masyarakat;
j. lingkungan/budaya sekolah; dan
k. rehabilitasi sosial, edukatif, dan medis;
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh sekolah dengan memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh kepala sekolah kepada masyarakat melalui komite sekolah.
(5) Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) di bidang keuangan, komite sekolah dapat menunjuk akuntan publik atas beban pembiayaan sekolah.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesembilan
Pendanaan
Pasal 24
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diperoleh dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesepuluh
Evaluasi
Pasal 25
(1) Evaluasi pendidikan mencakup kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap komponen pendidikan khusus sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(2) Evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan yang disesuaikan dengan ciri khas pendidikan khusus.
Pasal 26
(1) Penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan khusus mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum.
(2) Satuan pendidikan khusus dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus bagi peserta didik yang tidak memungkinkan mengikuti sistem penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan umum.
(3) Peserta didik yang telah lulus pada satuan pendidikan khusus diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Pasal 27
(1) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang mengikuti program Pendidikan Terpadu mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(2) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang mengikuti program Pendidikan Inklusif mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan peserta didik yang bersangkutan.
Bagian Kesebelas
Pengawasan
Pasal 28
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan khusus.
(2) Kententuan mengenai pengawasan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Keduabelas
Akreditasi
Pasal 29
(1) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilakukan untuk menentukan kelayakan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan sebagai umpan balik pembinaan pendidikan khusus.
(2) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dilakukan oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah (BAP-S) atau oleh lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Ketigabelas
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Bagi Peserta Didik Berkelainan
oleh Lembaga Asing
Pasal 30
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kententuan mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus oleh lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
BAB IV
PENDIDIKAN KHUSUS BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI
POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 31
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 32
(1) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah peserta didik yang secara signifikan memiliki potensi di atas rata-rata dalam bidang:
a. kemampuan umum;
b. akademik khusus;
c. kreativitas;
d. kepemimpinan;
e. seni; dan/atau
f. olahraga.
(2) Untuk menetapkan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan penilaian oleh tenaga ahli yang relevan.
Pasal 33
Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kebutuhan khususnya;
c. memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
d. pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
e. menyelesaikan program pendidikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan;
f. mengikuti program pendidikan inklusif sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
g. mengikuti pendidikan di luar ketentuan batas usia yang berlaku bagi peserta didik biasa.
Pasal 34
Dalam rangka menjaga norma-norma pendidikan, melalui bimbingan, keteladanan, dan pembiasaan, setiap peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berkewajiban :
a. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban itu.
c. menghormati guru dan tenaga kependidikan lainnya;
d. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku;
e. mengupayakan pengembangan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang dimilikinya;
f. mengembangkan wawasan keunggulan;
g. memelihara kerukunan, kedamaian, dan harmoni sosial di antara teman;
h. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi sesama;
i. mencintai lingkungan, bangsa, dan negara; dan
j. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
Bagian Ketiga
Satuan, Program , dan Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 35
(1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat berupa:
a. program percepatan;
b. program pengayaan;
c. gabungan program percepatan dan program pengayaan.
(3) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. kelas biasa (kelas inklusif);
b. kelas khusus;
c. satuan pendidikan khusus.
Bagian Keempat
Syarat dan Tata Cara Pendirian dan Penyelenggaraan
Pasal 36
(1) Pendirian satuan pendidikan khusus dan/atau kelas khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. terdapat peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam jumlah yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
b. menggunakan kurikulum berdiferensiasi;
c. tersedia pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
d. tersedia sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan prosedur operasi standar;
e. tersedia sumber dana tetap yang menjamin kelangsungan penyelenggaraan pendidikan dan tidak merugikan peserta didik;
f. mendapatkan persetujuan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
(2) Tata cara pendirian satuan pendidikan khusus dan/atau kelas khusus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kelima
Kurikulum
Pasal 37
(1) Kurikulum yang digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa adalah kurikulum berdiferensiasi.
(2) Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus mengembangkan kurikulum berdiferensiasi.
(3) Kurikulum berdiferensiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan sesuai dengan program dan bentuk penyelenggaraan pendidikan khusus yang diterapkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 38
(1) Satuan pendidikan SD/MI atau bentuk lain yang sederajat yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan guru pendidikan khusus selain guru kelas dan/atau guru mata pelajaran.
(2) Satuan pendidikan SMP/MTS atau bentuk lain yang sederajat, dan SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan guru pendidikan khusus selain guru mata pelajaran.
(3) Kualifikasi minimum guru pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah S1 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) program studi Pendidikan Khusus (PKh), S1 LPTK program studi Bimbingan dan Konseling, atau S1 program studi Psikologi.
(4) Kualifikasi minimum guru kelas dan/atau guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lulusan S1 LPTK program studi yang sesuai.
(5) Kualifikasi minimum guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah lulusan S1 LPTK program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Ketujuh
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 39
(1) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan prosedur operasi standar dan menjamin kelancaran program.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan khusus.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kedelapan
Pengelolaan
Pasal 40
(1) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilaksanakan berdasarkan prosedur operasi standar dengan prinsip kemandirian dan manajemen berbasis sekolah.
(2) Pengelolaan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang meliputi komponen:
a. identifikasi dan seleksi peserta didik;
b. kurikulum berdeferensiasi;
c. proses dan hasil pembelajaran;
d. administrasi dan manajemen satuan pendidikan;
e. organisasi kelembagaan satuan pendidikan;
f. sarana dan prasarana;
g. ketenagaan;
h. pembiayaan;
i. peran serta masyarakat; dan
j. lingkungan/budaya sekolah; dan
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disusun oleh sekolah dengan memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh kepala sekolah kepada masyarakat melalui komite sekolah.
(5) Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) di bidang keuangan, komite sekolah dapat menunjuk akuntan publik atas beban pembiayaan sekolah.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesembilan
Pendanaan
Pasal 41
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat diperoleh dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pengaturan tentang pendanaan pendidikan, biaya operasi satuan pendidikan, dan biaya pendidikan diatur dalam ketentuan tersendiri.
(3) Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003.
Bagian Kesepuluh
Evaluasi
Pasal 42
(1) Evaluasi Pendidikan mencakup kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap komponen pendidikan khusus sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
(2) Evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan yang disesuaikan dengan ciri khas pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 43
(1) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
(2) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang tidak memungkinkan mengikuti sistem penilaian sesuai dengan ketentuan pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan, satuan pendidikan khusus dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus.
(3) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang telah lulus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan khusus diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Bagian Kesebelas
Pengawasan
Pasal 44
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Kententuan mengenai pengawasan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Keduabelas
Akreditasi
Pasal 45
(1) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilakukan untuk menentukan kelayakan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
(2) Akreditasi pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dilakukan oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah (BAP-S) atau oleh lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
Bagian Ketigabelas
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa oleh Lembaga Asing
Pasal 46
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sesuai dengan peraturan perUndang-undangan yang berlaku.
(2) Kententuan mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus oleh lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.
BAB V
PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Bagian Pertama
Fungsi Pendidikan
Pasal 47
Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Peserta Didik
Pasal 48
(1) Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus terdiri atas peserta didik yang mengalami kesulitan mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan karena tinggal di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(2) Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus mempunyai hak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan jaminan kelangsungan pendidikan;
c. mendapatkan perlindungan hukum;
d. mendapatkan jaminan keamanan;
e. memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan jenis dan tingkat kebutuhan khususnya;
f. memperoleh bantuan fasilitas belajar, atau bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah, pemerintah daerah Provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota serta masyarakat
g. memperoleh kemudahan dari pihak terkait untuk menggunakan sarana dan prasarana fisik dan non fisik untuk menunjang kelancaran pembelajaran;
h. pindah ke sekolah yang sederajat atau melanjutkan ke satuan pendidikan yang lebih tinggi;
i. mengikuti program pendidikan layanan khusus sesuai dengan kondisi dan situasi setemapat
j. menyelesaikan program pendidikan layanan khusus lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang ditentukan; dan
k. mengikuti jadwal kegiatan pendidikan layanan khusus.
Pasal 49
Peserta didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus mempunyai kewajiban:
a. mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.
b. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, serta keamanan lingkungan penyelenggaraan program pendidikan layanan khusus.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 50
(1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan nonformal.
(2) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal dapat berbentuk:
a. Sekolah atau madrasah kecil;
b. Sekolah atau madrasah terbuka;
c. Sekolah atau madrasah darurat;
d. Sekolah atau madrasah dengan tugas belajar khusus; dan/atau
e. Bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
(3) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan nonformal dapat berbentuk pendidikan kecakapan hidup, pendidikan olahraga dan seni, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, pesantren, trauma konseling, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus merupakan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(5) Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus.
Bagian Keempat
Kurikulum
Pasal 51
Kurikulum yang digunakan pada pendidikan layanan khusus mengacu kepada standar nasional kurikulum yang disesuaikan dengan jenis dan satuan pendidikan, serta kondisi dan situasi setempat.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 52
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan layanan khusus merupakan pendidik dan tenaga kependidikan yang disiapkan secara khusus untuk melayani pendidikan layanan khusus.
(2) Ketentuan mengenai pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pasal 53
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan layanan khusus yang disesuaikan dengan kondisi setempat melalui kelompok kerja atau satuan tugas.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Ketujuh
Pendanaan
Pasal 54
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan layanan khusus.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
Bagian Kedelapan
Evaluasi Penilaian Hasil Belajar
Pasal 55
(1) Penilaian hasil belajar peserta didik pendidikan layanan khusus mengacu ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dan/atau satuan pendidikan non formal, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
(2) Peserta didik yang tidak memungkinkan dapat mengikuti sistem penilaian sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada satuan pendidikan umum dan/atau satuan pendidikan kejuruan dan/atau satuan pendidikan non formal, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar secara khusus.
(3) Peserta didik yang telah lulus pada satuan pendidikan tertentu diberikan ijazah oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Bagian Kesembilan
Pengawasan
Pasal 56
(1) Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.
(2) Pengawasan dilakukan oleh pendidik, kepala satuan pendidikan, kelompok kerja atau satuan tugas dan pengawas satuan pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Pemerintah Daerah mensupervisi dan membantu penjaminan mutu satuan pendidikan layanan khusus.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Semua ketentuan yang mengatur pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yang ada pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ..........
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
0 komentar:
Posting Komentar