Tempatkan Kebudayaan, Bacaan dan Seni di atas Teknologi
Saya terkesan sekali dengan pendapat dari Craig Halperin, seorang Visual Effects kelas dunia saat di interview oleh Metro TV pada acara eLifeStyle pada tanggal 5 Oktober 2008 bahwa kita harus menempatkan Kebudayaan, Kepustakaan dan Seni di atas Teknologi.
Teknologi adalah sarana untuk mengekspresikan sesuatu di dalam diri manusia. Bila dalam diri manusia terdapat kekerasan, maka muncullah teknologi senjata untuk menghancurkan musuh. Bila dalam diri manusia terdapat kedamaian, maka muncullah film-film tentang perdamaian.
Kebudayaan merupakan suatu ciptaan yang dihasilkan dari manusia yang sudah beradab dan berbudaya. Kepustakaan adalah bacaan untuk memperkaya pengetahuan dan memperluas wawasan manusia. Sedangkan Seni merupakan sesuatu yang indah untuk memperhalus jiwa manusia. Tetapi baik kepustakaan dan seni merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Oleh karena itu, bila manusia sudah berbudaya. Teknologi akan dimanfaatkan untuk sesuatu yang baik bagi umat manusia dan lingkungan, bukan sebaliknya malah saling menghancurkan.
Dengan teknologi, Craig Halperin membuat efek ratusan penumpang di kapal Titanic bergelinding, berjatuhan. Membuat film X-Men yang penuh dengan spesial efek dan efek animasi 3D pada Kung Fu Panda.
Kabar baiknya, Indonesia sangat kaya akan budaya dan penuh dengan imajinasi. Kabar buruknya, orang Indonesia lupa akan hal tersebut dan malah berkiblat kepada budaya luar. Ini dikarenakan kita malas untuk mendalami kebudayaan sendiri sehingga akhirnya orang asinglah yang memanfaatkan bahkan mencuri kekayaan tersebut. Sangat-sangat disayangkan.
Bila seorang animator yang sudah menguasai teknologi mempunyai pemahaman yang mendalam dan kebanggaan akan kebudayaannya sendiri. Ia bisa membuat hal-hal detail yang mampu menyentuh jiwa-jiwa penonton dengan karyanya. Ia tidak akan malas untuk selalu menyempurnakan karyanya tanpa harus memikirkan waktu dan uang. Karena karya yang sempurna akan diingat sepanjang zaman dan tentunya uang akan datang dengan sendirinya.
Seperti kasus Kungfu Panda, Craig Halperin membutuhkan waktu 8 tahun untuk menyelesaikannya dan membutuhkan sekitar 200 s/d 300 sumber daya manusia. Mungkin ketika kita mendengarnya, semangat kita langsung turun dan langsung menghakimi diri sendiri bahwa hanya Craig Halperin yang dapat melakukan itu, saya tidak mungkin bisa. Ini karena kita hanya memikirkan hal-hal yang bersifat teknis saja, bukan hal-hal yang bersifat membangkitkan jiwa kita untuk berkarya sehingga kita bisa seperti Craig Halperin.
Bila kita menguasai teknologi tetapi tidak mempunyai landasan budaya, maka kita hanya menjadi kuli yang hanya mendapat perintah dari seorang art director yang tentunya harus memiliki landasan budaya yang kuat. Karena tanpa landasan budaya, hasil karya tidak akan bisa berkomunikasi dengan penonton, tidak bisa menyentuh emosi penonton atau bahkan orang akan menganggap rendah hasil karya kita sendiri. Karya kita sangat individualistik yang hanya mementingkan diri sendiri dan mengagung-agungkan teknologi tanpa menyentuh sisi kemanusiaannya.
Inilah kunci dari kesuksesan film-film animasi Barat, Jepang dan China. Mereka mempunyai landasan budaya yang sangat kuat untuk membuat cerita sehingga masyarakat dunia tergila-gila dengan cerita tersebut. Untuk animator Indonesia, mari kita perkuat landasan budaya sehingga hasil karya kita menjadi lembab dan tidak kering.
Sumber :
http://tutorial.babastudio.com
0 komentar:
Posting Komentar