MENJADI QUANTUM WRITER
Setelah membuat buku yang penjualannya sangat sukses, Quantum Learning dan Quantum Teaching, serta kemudian Quantum Business, Bobbi DePorter membuat buku berjudul Quantum Success (Kaifa, 2007). “Quantum Success adalah sebuah istilah yang saya ciptakan untuk menggambarkan sebuah fenomena yang terjadi di dalam kehidupan seseorang tatkala interaksi pribadi mereka dengan dunia berubah dari energi menjadi cahaya,” tulis Bobbi di buku terbarunya itu.
Sebagaimana yang saya pahami lewat buku-buku karyanya, inti gagasan buku-buku Bobbi DePorter yang secara menarik mengadopsi istilah kuantum yang digunakan oleh ilmu fisika sebenarnya sangat sederhana. Bobbi ingin agar setiap orang mau dan mampu menjadi cahaya. Dalam bahasa yang lain, Bobbi ingin mengajak siapa saja untuk mengubah dirinya agar menjadi orang yang sangat-bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya.
Sifat cahaya adalah, sebagaimana kita semua telah mengetahuinya, menerangi atau mengubah kegelapan menjadi sesuatu yang terang benderang. Menurut konsep Bobbi, seseorang dapat menjadi cahaya lewat kegiatan profesi atau kegiatan sehari-hari yang dilakukannya. Apakah dia seorang guru/dosen, mahasiswa, pengusaha, atau hanya sebagai ibu rumah tangga, tetap dapat menghasilkan cahaya. Dalam definisi Bobbi, kuantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi, kita bisa menjadi cahaya karena, sesungguhnya, kehidupan kita ini penuh dengan pelbagai macam interaksi.
Ketika Anda membaca, Anda berinteraksi dengan pikiran si penulis yang bukunya Anda baca. Ketika Anda mendengar ceramah seseorang, Anda sesungguhnya sedang berinteraksi dengan apa saja yang diomongkan oleh si penceramah. Ketika Anda menonton sebuah film�baik menonton film di gedung bioskop atau lewat VCD�Anda sesungguhnya juga sedang berinteraksi dengan apa saja yang ditampilkan oleh film tersebut. Tinggal, apakah interaksi Anda itu mengubah potensi yang ada di dalam diri Anda menjadi cahaya (sesuatu yang bermanfaat bagi diri Anda) atau tidak. Di situlah titik tekan makna kuantum.
Lewat buku-buku Bobbi yang saya baca, saya terinspirasi untuk membahasakan perubahan menjadi cahaya itu sebagai “ledakan”. Saya kemudian menciptakan slogan “Ledakkan Diri Anda!” untuk mengarakterisasi kiprah Mizan Learning Center (MLC). MLC adalah sebuah lembaga pendidikan yang ingin mengubah setiap orang menjadi cahaya lewat pembelajaran, khususnya lewat membaca dan menulis. Saya sendiri, sebagai seorang quantum learner dan quantum teacher telah menjadikan diri saya dapat “meledak” dengan menulis buku sebanyak 24 dalam waktu hanya 4 tahun!
II
Sebagaimana disampaikan sendiri oleh Bobbi di halaman 16 buku Quantum Learning bahwa definsi quantum learning adalah “pelbagai interaksi yang mampu mengubah energi menjadi radiasi/cahaya” (interactions that transform energy into radiance). Definisi ini mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa di dalam diri setiap manusia itu banyak sekali potensi. Sebagai contoh yang sangat gamblang adalah otak. Otak, sebagai salah satu organ vital dalam diri setiap manusia, banyak sekali menyimpan potensi. Kita, mungkin, memang pernah belajar tentang anatomi otak. Namun, ada kemungkinan besar, kita tak pernah mempelajari potensi-dahsyat yang tersimpan di dalam otak manusia.
Di Bab 2 buku Quantum Learning, Bobbi menguraikan secara sangat menarik betapa dahsyat kekuatan otak manusia itu. Bahkan, secara berani, Bobbi menjuduli Bab 2 itu dengan “Kekuatan Pikiran Anda yang Tak Terbatas”. Apakah benar, kekuatan pikiran kita tak terbatas? Tentu terbatas. Namun, menurut Bobbi, karena masih sangat banyak yang belum kita ketahui tentang kekuatan otak kita maka kita anggap saja bahwa potensi otak tidaklah terbatas. Apa yang disampaikan oleh Bobbi ini sama persis dengan yang disampaikan oleh Tony Buzan, penemu metode-dahsyat mencatat bernama mind mapping. Menurut Buzan, “You brain is like a sleeping giant.”
Sebagai contoh, otak kita, menurut Roger Sperry, peraih hadiah Nobel di bidang kedokteran, terdiri atas dua belahan, yaitu belahan kiri dan belahan kanan. Menurut penelitian Sperry, fungsi belahan kiri sangat berbeda dengan belahan kanan. Meskipun ketika kita berpikir seluruh belahan itu kita gunakan, namun kadang kita tidak seimbang dalam mengasah/mendidik/melatih tiap-tiap belahan tersebut. Sekolah-sekolah kita cenderung hanya mendidik atau menekankan pendidikannya ke belahan kiri yang rasional dan mengabaikan belahan kanan yang intuitif.
Lantas, seorang ahli neuorologi bernama Paul MacLean menunjukkan bahwa di kepala kita ada tiga jenis otak yang disebutnya sebagai “triune brain”. Otak paling rendah bernama otak reptil yang kadang disebut sebagai “otak primitif”. Otak yang lebih tinggi dari otak reptil dinamai otak mamalia atau disebut sebagai “otak tengah” (midbrain). Di otak inilah tersimpan potensi dahsyat yang diteliti oleh psikolog Daniel Goleman yang kemudian disebut sebagai kecerdasan emosi (emotional intelligence). Otak paling canggih adalah otak bahasa yang terletak di posisi paling atas dan terdiri atas lipatan-lipatan (neocortex).
Menurut MacLean, dan juga para pakar lain seperti Michael Persinger (penemu God Spot), Danah Zohar dan Ian Marshall (pengembang dan peneliti Spiritual Intelligence), serta peneliti lain, ketiga jenis otak ini saling mempengaruhi. Jika kita tidak memiliki kecakapan berpikir, mustahil kita dapat mengendalikan otak yang ada di tengah (otak emosi) dan otak primitif. Apabila kita tidak dapat mengendalikan otak emosi (tidak mampu merenung atau berefleksi), maka otak emosi ini akan memola cara bersikap kita. Jika ada hal-hal yang tidak menyenangkan diri kita, kita langsung marah atau menunjukkan kebencian. Ini tentu akan mendatangkan kerugian bagi diri kita karena akan mengganggu hubungan atau kerja sama dengan orang lain.
Seorang psikolog-peneliti dari Universitas Harvard, Howard Gardner, juga menemukan sesuatu yang sangat mencengangkan. Gardner mengatakan bahwa kecerdasan itu tidak tunggal. Ada minimal sembilan jenis kecerdasan kata Gardner yang kemudian diistilahkan dengan multiple intelligences atau kecerdasan majemuk. Selama ini, kecerdasan hanya dilekatkan pada orang yang pandai matematika atau bahasa yang kemudian disimbolkan dengan IQ. Padahal, ada banyak sekali hal-hal hebat yang bisa dilakukan seseorang tanpa mengandalkan IQ dalam tingkat yang paling tinggi.
Nah, menurut Bobbi, kekuatan otak yang ditemukan oleh para ahli itu baru sedikit. Namun, jika yang sedikit itu dapat dimanfaatkan atau difungsikan secara benar dan tepat, niscaya akan melahirkan kekuatan yang amat dahsyat bagi seseorang. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang dapat memanfaatkan yang sedikit itu kemudian disebut sebagai perubahan yang bersifat kuantum. Di dalam buku-buku Bobbi DePoter ditunjukkan dengan sangat gamblang dan mudah bagaimana mengubah potensi diri menjadi cahaya. Bahasa Bobbi, selain mudah dan ringan, juga mampu membangkitkan semangat dan gairah.
III
Selama ini, kadang kegiatan menulis digambarkan sebagai sesuatu yang menyulitkan dan, bahkan, menyiksa! Memang, menulis makalah, skripsi, atau bahkan buku-buku ilmiah bukanlah kegiatan yang enteng. Kita tahu benar soal ini. Bayangkan, sebelum menulis kita harus juga membaca. Membaca adalah sebuah kegiatan yang juga tidak kalah menyiksanya ketimbang menulis. Lantas, ketika menulis, kita harus punya ide. Mencari dan kemudian menemukan ide atau gagasan yang hebat bukan seperti mencari dan menemukan batu di tengah jalan.
Setelah semua itu, ketika menulis, kita juga harus menggunakan daya ingat untuk mengingat materi yang ingin kita tulis. Selanjutnya, setelah mengeluarkan materi yang kita ingat, kita pun harus merangkai dan mengait-ngaitkan materi tersebut secara sistematis dan logis. Jika rangkaian kalimat yang kita susun tak nyambung atau ke sana-kemari, tentulah ide yang kita miliki itu tak bisa dibaca atu dipahami oleh pembaca tulisan kita. Pekerjaan merangkai dan menstukturkan ide inilah sebuah pekerjaan yang tersulit di dalam kegiatan menulis.
Setelah tulisan kita jadi beberapa halaman, kita pun kemudian harus menata atau menyunting tulisan kita. Ini juga pekerjaan yang sangat tidak mudah. Kenapa? Karena, ketika kita membaca hasil tulisan kita, pikiran kita terus bergerak dan berubah. Pikiran awal ketika menulis sangat berbeda dengan pikiran yang kita miliki setelah kita usai menulis. Jadi, apa yang sudah kita tulis, rasa-rasanya, perlu ditambah dan dikoreksi terus-menerus. Belum jika kita juga harus membuat alur tulisan menjadi mengalir dan enak dibaca. Belum jika tulisan kita ingin kita jadikan buku, wah betapa rumitnya menulis ya?
Namun, jika Anda memahami Quantum Writing, Anda akan mudah dan lancar menulis. Dan Quantum Writing tidak hanya memudahkan dan melancarkan Anda menulis. Quantum Writing juga akan membuat Anda asyik menulis! Inilah yang ditawarkan oleh Quantum Writing, yaitu bagaimana Anda menjadi sangat ringan dan mudah dalam menjalankan kegiatan menulis serta di dalam kegiatan menulis itu Anda menikmati keasyikan yang tiada tara. Jika Anda bisa asyik menulis, tentulah kegiatan menulis Anda itu dapat mengubah diri Anda menjadi cahaya.
Bagaimana mempraktikkan Quantum Writing? Di dalam Quantum Writing ada konsep dan teknik menulis bernama brain-based writing (menulis sesuai dengan cara kerja otak). Sebagaimana telah saya jelaskan di atas ihwal kedahsyatan otak, Anda dapat memanfatkan pengetahuan atas otak Anda untuk menulis secara mengalir dan memberdayakan diri Anda. Di bawah ini akan saya singgung selintas tentang beberapa teknik menulis yang sesuai dengan cara kerja otak yang bisa Anda praktikkan dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Pertama, menulis dengan menggunakan otak kanan terlebih dahulu dan baru kemudian menggunakan otak kiri. Mengapa menggunakan otak kanan lebih dahulu? Karena otak kanan ini menyukai kebebasan dan tidak suka hal-hal yang urut dan tertib. Anda diajak untuk mengeluarkan bahan yang ingin Anda tulis secara leluasa. Ketika Anda ingin menuliskan topik kemiskinan, tetapi yang keluar ternyata topik kekayaan, otak kanan akan menerima sebagai sesuatu hal yang wajar.
Sangat berbeda jika Anda mengawali menulis dengan menggunakan otak kiri. Anda akan sibuk dengan aturan dan akan memulai menulis secara teratur, misalnya mencari kata pembuka yang tepat. Dan, biasanya, kegiatan seperti ini mencari kata pembuka yang tepat akan sangat membosankan dan melelahkan. Jika toh kemudian Anda mendapatkan kata pembuka dan Anda dapat menuliskannya, Anda kemudian secara cepat akan membaca dan mengoreksinya sehingga untuk menyelesaikan satu alinea saja, Anda membutuhkan waktu berjam-jam.
Gunakan otak kanan terlebih dahulu ketika mengawali menulis sehingga seluruh bahan-mentah tulisan dapat Anda keluarkan semuanya dan Anda merasa lega. Lantas, endapkan dahulu beberapa jam ika perlu sehari. Ketika Anda sudah mengendapkan, bacalah tulisan yang masih berupa bahan mentah itu dengan menggunakan otak kiri. Melalui otak kiri, Anda dapat memperbaiki sekaligus menata tulisan Anda sesuai aturan yang telah Anda kuasai. Demikianlah menulis dengan memanfaatkan cara kerja otak kanan dan kiri.
Kedua, menulis dengan memanfaatkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Anda mungkin ingin mendapatkan ide yang hebat untuk dituliskan. Namun, sudah duduk berjam-jam lamanya di perpustakaan, ternyata ide hebat itu tak kunjung datang. Atau, Anda sudah mengasingkan diri dan bertapa untuk mendapatkan wangsit (ide yang datang dari Yang Mahatinggi). Namun, ternyata juga tidak datang juga wangsit yang Anda harapkan itu.
Tibalah saatnya Anda menggunakan kecerdasan majemuk. Mungkin Anda perlu berpikir secara bergerak (menggunakan body smart). Dengan body smart, Anda tidak hanya duduk, tetapi berjalan-jalan atau melakukan senam otak (brain gym). Atau, Anda kemudian mengunjungi laut, taman yang indah, atau kebun binatang. Jika demikian ini yang Anda lakukan, Anda menggunakan cerdas alam. Atau, Anda tetap duduk di ruang untuk menulis yang ada di rumah Anda, tetapi Anda menyetel musik instrumentalia. Dengan hal ini, Anda menggunakan cerdas musik.
Masih ada banyak jenis kecerdasan yang bisa Anda gunakan untuk mendatangkan ide. Coba juga hitung berapa banyak cara yang dapat Anda tempuh jika Anda menombinasikan beberapa jenis kecerdasan tersebut. Jika Anda dapat memahami kecerdasan majemuk dan mengopreasikannya secara benar, saya yakin Anda akan sangat mudah menemukan ide. Bahkan, sebagaimana yang sudah saya praktikkan berkali-kali, saya tidak pernah kekurangan ide. Saya bahkan kebanjiran ide!
Ketiga, menulis dengan menggunakan kecerdasan emosi. Anda dapat berpikir secara baik dan benar untuk menetapkan jenis emosi Anda. Cobalah kelola emosi Anda agar memiliki emosi positif. Ketika menulis, cari topik yang membuat diri Anda senang. Kaitkan topik itu dengan diri Anda. Libatkan diri Anda. Apakah Anda memiliki pengalaman yang terkait dengan topik Anda itu? Coba deteksi dengan menggunakan metode mind mapping. Tulislah secara spontan dengan menggunakan kata ganti orang pertama, “Aku…..”. Lantas mengalirlah!
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar